Ada Pemerkosaan dalam Perkawinan, Berikut Kategori dan Hukumnya Menurut Islam

  • Jum'at, 19 Januari 2018 - 08:19 WIB
  • Religius
Ilustrasi pemerkosaan dalam perkawinan

MANAberita.com – PEMERKOSAAN ternyata bukan saja terjadi pada orang yang belum menikah namun bisa juga terjadi pada pasangan suami istri. Di Indonesia pemerkosaan dalam perkawinan jarang dibicarakan meski sebenarnya hal itu terjadi pada banyak perempuan. Sebagai seorang muslim kita harus mengetahui kategori pemerkosaan dalam perkawinan dan bagaimana hukumnya.

Berikut @manaberita lansir dari laman theconversation.com, musyawarah keagamaan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) pada 25-27 April 2017 di Pondok Jambu, Cirebon, Jawa Barat, telah menegaskan bahwa hukum kekerasan seksual, baik di luar maupun di dalam perkawinan, adalah haram. Sikap keagamaan ini menjadi tonggak penting dalam wacana Islam tentang pemerkosaan dalam perkawinan.

Sepintas istilah “pemerkosaan dalam perkawinan” mengandung kontradiksi makna karena hingga kini pemerkosaan masih diyakini hanya mungkin terjadi di luar perkawinan. Namun kekerasan seksual jenis ini sesungguhnya banyak menimpa para istri di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.

Lembaga swadaya masyarakat Indonesia yang menangani kasus kekerasan pada istri menemukan banyak kasus pemerkosaan dalam perkawinan.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK menemukan bentuk kekerasan seksual kepada istri meliputi pemaksaan hubungan sesuai selera suami, misalnya istri dipaksa anal seks, oral seks, atau memaksa memasukkan benda ke vagina istri, pemaksaan hubungan saat istri tertidur atau sedang haid, juga intimidasi lisan dan fisik dalam rangka pemaksaan hubungan seksual.

Pemerkosaan dalam perkawinan dapat dipahami sebagai hubungan seksual dalam ikatan perkawinan yang berlangsung tanpa persetujuan bersama, baik korban dalam kondisi sadar atau tidak, dan baik disertai ancaman atau kekerasan fisik maupun tidak.

Baca Juga:
Tubuh Mantan Oknum TNI Kendari Pernah Dibaluri Sambal Karena Melakukan Percobaan Pemerkosaan

Pemerkosaan dalam perkawinan muncul akibat relasi seksual suami-istri yang timpang. Misalnya pemahaman bahwa hubungan seksual adalah kewajiban istri atau hak suami semata, bukan kewajiban sekaligus hak keduanya. Akibatnya suami dianggap boleh memaksa untuk mendapatkan haknya.

Sebaliknya istri dilarang menolak bahkan ketika sakit, misalnya. Ketimpangan relasi ini terkait erat dengan konsep ketaatan mutlak istri kepada suami yang didasarkan pada Quran Surat (QS) an-Nisa/4:34 tentang kepemimpinan suami atas istri, QS al-Baqarah/2:223 yang mengumpamakan istri sebagai ladang suami, dan riwayat hadis tentang laknat malaikat kepada istri yang menolak berhubungan seksual dengan suami.

Perkawinan memang membolehkan hubungan seksual suami-istri namun tetap melarang cara-cara yang tidak bermartabat sebagaimana yang terjadi dalam pemerkosaan. Pemerkosaan dalam perkawinan bertentangan keras dengan nilai-nilai perkawinan dalam Islam.

Baca Juga:
Polda Jabar: Bukan Sebagai Pelapor Tetapi Saksi

Pertama, tidak adanya persetujuan salah satu pihak yang bertentangan dengan prinsip musyawarah. Kedua, jika disertai pemaksaan dan kekerasan, maka bertentangan dengan keharusan memperlakukan istri sebagai pasangan yang mesti diperlakukan secara bermartabat (muasyarah bi-ma’ruf). Ketiga, berakibat kerusakan sehingga bertentangan dengan ketenangan jiwa (sakinah) sebagai tujuan perkawinan.

Undang-Undang No. 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga melarang dan menghukum pemerkosaan dalam perkawinan sebagai bagian dari kekerasan seksual dalam rumah tangga.

Jadi sudah jelas pemerkosaan dalam perkawinan bertentangan dengan ajaran Islam dan hukum positif di Indonesia. Dengan pemahaman yang tepat, kita semua bisa mencegah pemerkosaan dalam perkawinan bersama-sama. (Int)

Komentar

Terbaru