Polisi Tak Benarkan Perbuatan Marshel Widianto Beli Konten Porno Dea OnlyFans

Manaberita.com – BANYAK orang yang beranggapan bahwa tindakan Marshel Widianto membeli konten porno Dea OnlyFans bukan suatu tindak pidana.

Melansir dari detikcom, Akan tetapi menurut pihak kepolisian hal tersebut tidak dibenarkan.

“Kan itu tidak dibenarkan, ya,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Zulpan kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (7/4/2022).

Lanjut Zulpan, penyidik akan mendalami keterangan Marshel Widianto. Tentunya, hal ini juga untuk mencocokkan keterangannya dengan keterangan Dea OnlyFans.

“Tentunya penyidik akan memeriksa dulu kaitan dengan semua keterangannya yang diberikan oleh Dea dan beberapa yang sudah diperiksa dan apa yang dilakukan oleh Marshel ini,” jelasnya.

Marshel Widianto memenuhi panggilan pemeriksaan terkait pembelian konten pornografi Dea OnlyFans. Marshel diperiksa sebagai saksi.

Marshel tiba sekitar pukul 09.50 WIB di gedung Ditreskrimsus Polda Metro Jaya. Marshel sempat berkomentar saat tiba di Polda Metro Jaya.

Selepas turun dari mobil, Marshel mengatakan kondisinya baik-baik saja. Namun, dia sempat mengeluarkan kalimat umpatan saat ditanya oleh awak media.

Baca Juga:
Polisi Sita Laptop Warna Merah Dea Onlyfans

“Gue nggak apa-apa, a****g,” kata Marshel di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (7/4/2022).

Sebelum diperiksa polisi, Marshel Widianto sempat menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat.

“Maafkan kenakalanku ya teman-teman. Aku emang nakal, tapi nggak mau kriminal,” katanya lewat unggahan di media sosialnya seperti dilihat, Rabu (6/4).

Aturan Larangan Beli Konten Porno

Praktisi hukum Handika Febrian berpendapat, Marshel Widianto juga bisa dijerat pidana karena membeli konten porno Dea OnlyFans.

Baca Juga:
Facebook Minta Penggunanya Kirim Foto Telanjang, Lho? Apa-apaan Ini??

“Bisa,” kata praktisi hukum Handika Febrian

Handika yang sehari-hari sebagai advokat itu merujuk UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Dalam Pasal 5 disebutkan larangan mendownload konten porno dalam bentuk apapun. Pasal 5 berbunyi:

Setiap orang dilarang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).

Adapun Pasal 4 ayat 1 berbunyi:

  1. Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:
  2. a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
  3. b. kekerasan seksual;
  4. c. masturbasi atau onani;
  5. d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
  6. e. alat kelamin; atau
  7. f. pornografi anak.

Lalu apa yang dimaksud mengunduh? Dalam Penjelasan Pasal 5 disebutkan:

Baca Juga:
Loh! India Meloloskan RUU Perlindungan Data di Tengah Kekhawatiran Pengawasan, Kok Bisa?

Yang dimaksud dengan “mengunduh” (down load) adalah mengambil fail dari jaringan internet atau jaringan komunikasi lainnya.

“Ancaman hukumannya maksimal 4 tahun penjara,” kata Handika.

Ancaman yang dimaksud diatur dalam Pasal 31 yang berbunyi:

Setiap orang yang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Selain itu, orang yang membeli online video porno juga bisa dijerat dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pasal 27 ayat (1) UU ITE menyatakan:

Baca Juga:
Tersangka Kasus Pornografi Dea OnlyFans Tak Ditanan, Dikenai Wajib Lapor

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

Lalu berapa ancamannya? Pasal 5 ayat 1 mengancam hukuman maksimal 6 tahun penjara. Bunyi Pasal 45 (1) yaitu:

Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

“Dalam kasus ini (kasus Marshel-red), walaupun dipanggil sebagai saksi terkait tindak pidana yang dilakukan orang lain, tetapi menjadi pengingat agar setiap orang ke depannya berhati-hati dan berfikir kembali untuk membeli atau bertransaksi terkait konten yang bersifat pornografi karena ada ancaman pidana di dalamnya,” pungkas Handika.

(Rik)

Komentar

Terbaru