LBH Jakarta Ungkap Pemblokiran Delapan Platform Bentuk Otoritarianisme Digital

  • Minggu, 31 Juli 2022 - 22:23 WIB
  • Nasional

MANAberita.com – LEMBAGA Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengatakan pemblokiran beberapa platform penting aturan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) telah memunculkan otoritarianisme yang menggunakan kekuatan digital untuk mengendalikan teknologi sebagai alat melindungi kepentingan atau digital authoritarianism.

Pernyataan tersebut disampaikan LBH Jakarta sebagai tanggapan atas langkah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang melakukan pemblokiran terhadap delapan situs dan aplikasi dengan traffic tinggi yakni PayPal, Yahoo, Epic Games, Steam, Dota, Counter Strike, Xandr.com, dan Origin (EA) dengan alasan tidak terdaftar resmi PSE berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang PSE Lingkup Privat.

Pengacara publik LBH Jakarta Teo Reffelsen mengungkapkan jika pemblokiran sejumlah situs internet dan aplikasi merupakan tindakan yang tak bisa dibenarkan.

“Pembatasan atau pemblokiran situs internet dan aplikasi tersebut telah melahirkan apa yang disebut sebagai otoritarianisme,” kata Teo dalam keterangan resmi, Minggu (31/7).

Ia juga menambahkan jika LBH Jakarta memiliki enam catatan hukum dan HAM terkait pemblokiran yang telah dilakukan Kominfo.

Pertama, pemblokiran telah memunculkan dampak serius terhadap HAM, yaitu hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi, serta hak atas kebebasan berekspresi dan hak atas privasi sebagaimana ketentuan UUD 1945, Deklarasi Universal HAM (UDHR), Konvensi Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR).

Selain itu, menurutnya, pemblokiran berpotensi melanggar hak-hak lainnya seperti mata pencaharian dalam kaitan hak atas penghidupan yang layak atau hak atas pekerjaan, hak untuk bahagia, hak mengembangkan diri.

Baca Juga:
FIFA Buka Suara soal Inspeksi JIS: Tidak Ada

“Dan hak lainnya bagi pengguna situs internet dan aplikasi mengingat sifat HAM adalah universal, tidak terpisahkan, saling tergantung dan saling terkait satu dengan yang lainnya,” ujar dia.

Kedua, pemblokiran dilakukan secara sewenang-wenang karena tidak melalui putusan pengadilan sehingga menghilangkan prinsip transparansi, keadilan, dan perlakuan setara berdasarkan prinsip pembatasan-pembatasan yang diizinkan dan diatur dalam beberapa standar dan mekanisme pembatasan HAM.

Ketiga, pemblokiran yang dilakukan oleh Kominfo merupakan perbuatan melanggar hukum oleh pejabat pemerintahan karena telah melanggar kewajiban hukum Kominfo untuk memastikan pemenuhan standar dan mekanisme HAM dalam penyelenggaraan sistem elektronik di Indonesia.

Keempat, Permen Kominfo PSE Lingkup Privat bermasalah secara substansial karena dapat melakukan intervensi langsung kepada platform untuk menghapus konten dengan dalih ‘meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum’.

Padahal, menurutnya, tidak ada standar baku penentuan kapan sebuah konten dapat dianggap meresahkan masyarakat dan/atau mengganggu ketertiban umum.

Baca Juga:
Kominfo Hapus 5.685 Hoaks seputar Covid-19, Inilah Rinciannya

“Subjektivitas dalam penentuan standar ini dapat berdampak pada pelanggaran kebebasan berpendapat dan berekspresi, hak untuk berkomunikasi serta memperoleh informasi,” ujar dia.

Lebih buruk, sambung Teo, Permen Kominfo PSE Lingkup Privat juga bermasalah karena terdapat pengaturan yang dapat melanggar privasi dengan alasan pengawasan dan penegakan hukum.

“Ketentuan tersebut berpotensi menjadi instrumen kontrol negara yang eksesif di ruang digital dengan kaburnya ukuran-ukuran alasan penghapusan konten tersebut,” ujar Teo.

Kelima, LBH Jakarta menilai pemerintah bersama dengan DPR seharusnya fokus dalam upaya melindungi data pribadi warga negara dengan mempercepat proses legislasi RUU Perlindungan Data Pribadi, bukan malah membuat kebijakan-kebijakan otoriter yang tidak didasarkan pada kepentingan utama masyarakat.

Terakhir, LBH Jakarta menilai pemerintah seharusnya juga fokus pada kesiapan perangkat aturan untuk menekan tingginya angka kekerasan seksual berbasis gender online dan Penyebaran Konten Intim Non Konsensual (NCII), secara khusus pasca berlakunya Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

Baca Juga:
Beginilah Proses Evakuasi Pesawat Lion Air yang Jatuh di Perairan Karawang

Teo mengatakan jika pihaknya mendesak Kominfo untuk segera mencabut keputusan pemblokiran terhadap delapan situs dan aplikasi, yakni PayPal, Yahoo, Epic Games, Steam, Dota, Counter Strike, Xandr.com, dan Origin (EA) untuk menghentikan dampak dan kerugian yang besar terhadap warga negara.

LBH Jakarta juga mendesak Kominfo mencabut Permen Kominfo PSE Lingkup Privat karena mengatur pembatasan HAM yang tidak sesuai dengan standar dan mekanisme HAM internasional, melanggar kebebasan berpendapat dan berekspresi, melanggar hak untuk berkomunikasi serta memperoleh informasi dan melanggar hak atas privasi.

Sebelumnya, Kominfo mewajibkan pendaftaran PSE dengan tenggat Rabu (20/7). Setelah tenggat lewat, Kementerian memberikan perpanjangan tenggat pendaftaran lima hari kerja sambil mengirimkan surat teguran mulai Kamis (21/7).

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan lantas menetapkan tenggat pendaftaran sebelum blokir PSE ilegal pada Jumat (29/7) pukul 23.59 WIB.

Baca Juga:
Kejagung Bakal Periksa Menpora Besok, Buntut Kasus Korupsi Bakti Kominfo

Setelah itu, pihaknya mengaku memblokir delapan platform besar yang tak kunjung mendaftar, yakni, Yahoo Search Engine, Steam, DoTA 2, Counter-Strike: GO,EpicGames, Origin.com, Xandr.com, dan PayPal.

Namun demikian, ia berjanji bakal membuka blokir itu dengan syarat.

“Bisa [dibuka blokirnya] kalau memang terbukti mereka sudah daftar dengan memberikan data yang benar,” ujar Semuel, Sabtu (30/7).

“Kalau proses normalisasi (buka blokir) sebentar, dalam 10-30 menit,” lanjut dia.

(sas)

Komentar

Terbaru