Manaberita.com -Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher, meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk memperkuat pengawasan dan meningkatkan inspeksi secara berkala guna mencegah peredaran obat dan suplemen berbahaya di masyarakat.
“BPOM tidak boleh hanya reaktif karena adanya kasus. Pengawasan proaktif dan inspeksi berkala harus ditingkatkan,” ujar Netty dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (22/7).
Pernyataan ini disampaikan menanggapi temuan BPOM terkait 15 produk obat bahan alam (OBA) yang mengandung bahan kimia obat (BKO) berbahaya, termasuk sildenafil sitrat. Sildenafil merupakan obat yang umumnya digunakan untuk mengatasi disfungsi ereksi dan hipertensi pulmonal, dan penggunaannya harus di bawah pengawasan medis.
Netty menekankan pentingnya pengawasan berlapis oleh BPOM, mulai dari produsen, pemasok bahan baku, hingga jalur distribusi. Ia juga mengingatkan bahaya serius jika bahan kimia seperti sildenafil digunakan tanpa resep dokter.
“Bahan kimia seperti sildenafil hanya boleh digunakan atas resep dokter dan dengan pengawasan ketat. Jika disalahgunakan dalam produk herbal tanpa izin, ini jelas pelanggaran hukum dan etika kesehatan,” tegasnya.
Selain itu, ia mendorong edukasi publik agar masyarakat lebih cermat dalam memilih produk herbal. Menurutnya, literasi konsumen sangat penting agar tidak mudah tergiur oleh iklan yang menjanjikan hasil instan.
Netty mengapresiasi langkah BPOM yang telah menarik dan memusnahkan produk-produk bermasalah dari pasaran serta menindak pelaku usaha yang terlibat. Namun ia menilai perlunya sistem pengawasan jangka panjang, termasuk penguatan sertifikasi, pelabelan yang transparan, dan koordinasi lintas lembaga untuk perlindungan konsumen.
“Kesehatan publik tidak boleh dikorbankan karena ambisi bisnis. Saya mendorong BPOM, Kemenkes, dan stakeholder terkait untuk membuat sistem yang tidak memberi celah bagi pelaku usaha yang curang,” katanya.
Di sisi lain, BPOM RI juga angkat bicara mengenai kekhawatiran masyarakat terhadap produk suplemen Blackmores Super Magnesium+ yang dikabarkan menyebabkan neuropati karena kandungan vitamin B6 yang melebihi batas aman.
BPOM memastikan bahwa produk tersebut tidak memiliki izin edar di Indonesia. Saat ini, BPOM tengah berkoordinasi dengan otoritas obat Australia, Therapeutic Goods Administration (TGA), untuk memperoleh klarifikasi lebih lanjut.
Berdasarkan penelusuran di berbagai marketplace, BPOM menemukan produk terkait dijual secara daring dan telah meminta Kementerian Komunikasi dan Digital, serta Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), untuk melakukan penurunan tautan (takedown) dan memasukkan produk tersebut ke dalam daftar negatif (negative list).
BPOM mengingatkan pelaku usaha bahwa peredaran produk tanpa izin edar dapat dikenakan sanksi pidana penjara hingga 12 tahun atau denda maksimal Rp 5 miliar, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. (aa/net)