Manaberita.com -Mayoritas masyarakat Indonesia tidak mempercayai isu yang menyebut Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, memiliki ijazah palsu. Hal ini terungkap dalam hasil survei nasional yang dirilis Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA pada Rabu (30/7).
Survei dilakukan secara tatap muka di seluruh provinsi di Indonesia, mulai 28 Mei hingga 12 Juni 2025, dengan melibatkan 1.200 responden dan margin of error ±2,9 persen. Selain survei kuantitatif, riset juga diperkuat dengan metode kualitatif seperti wawancara mendalam, diskusi kelompok terpumpun (FGD), dan analisis media.
Direktur PT Survei Strategi Indonesia (SIGI) LSI Denny JA, Ardian Sopa, menjelaskan bahwa sebanyak 74,6 persen responden menyatakan tidak percaya dengan tudingan ijazah palsu terhadap Presiden Jokowi. Sementara itu, hanya 12,2 persen responden yang percaya isu tersebut.
“Responden survei menempatkannya sebagai bagian dari dinamika politik, bukan sebagai fakta yang mengancam legitimasi kepemimpinan nasional,” ujar Ardian.
Ardian menyebut, isu ini memang terus bergulir di ruang publik—baik melalui pemberitaan media massa, podcast, talkshow, maupun media sosial. Namun di tengah derasnya narasi tersebut, publik tetap menunjukkan sikap rasional dan tenang.
Menurut Ardian, ada tiga alasan utama mengapa mayoritas publik tidak mempercayai isu ini. Pertama, kekuatan rekam jejak Presiden Jokowi yang telah terbukti sejak menjabat sebagai Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta, hingga dua periode sebagai Presiden RI. Seluruh proses pencalonan itu, lanjutnya, melewati tahapan administratif yang ketat, termasuk verifikasi dokumen pendidikan oleh lembaga resmi seperti KPU.
Kedua, klarifikasi dari institusi resmi telah memperkuat posisi Jokowi. Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai almamater Presiden Jokowi telah menyatakan bahwa Jokowi merupakan alumnus sah mereka. Verifikasi serupa juga dilakukan oleh Bareskrim Polri yang menyatakan bahwa dokumen ijazah Presiden asli.
Adapun alasan ketiga adalah meningkatnya kesadaran publik terhadap motif politik di balik isu ini, terutama setelah Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Jokowi, terpilih sebagai Wakil Presiden dalam Pemilu 2024. “Bagi publik, momen munculnya isu ini tidak lepas dari dinamika kekuasaan dan kontestasi elite menjelang periode politik baru,” kata Ardian.
Lebih lanjut, hasil survei menunjukkan bahwa ketidakpercayaan terhadap isu ijazah palsu Jokowi tersebar merata di semua segmen masyarakat—baik dari latar belakang pendidikan rendah hingga tinggi, dari generasi muda hingga tua, serta dari masyarakat pedesaan maupun perkotaan.
Dalam segmentasi pemilih partai, mayoritas konstituen partai koalisi pemerintahan seperti Gerindra, Golkar, dan PKB juga tidak mempercayai isu ini, dengan tingkat ketidakpercayaan masing-masing di atas 80 persen. Bahkan, 80 persen pemilih PDIP—yang kini berada di luar pemerintahan—juga menunjukkan sikap serupa.
LSI menilai, hasil survei ini mencerminkan kematangan publik dalam menyikapi isu politik yang berpotensi memecah belah. Di tengah derasnya arus informasi, masyarakat semakin mampu membedakan antara fakta dan manuver politik. (net/mh)