MANAberita.com — PENAMPILAN Thareq Kemal Habibie, putra kedua Presiden Republik Indonesia ke-3, menjadi perhatian warga karena menggunakan penutup mata.
Banyak warga yang bertanya-tanya kenapa Thareq Kemal Habibie memakai penutup mata.
Penampilan pertama Thareq Habibie menggunakan penutup mata adalah saat ia menjenguk dan melayat Ani Yudhoyono.
Setelah itu, Thareq Habibie kembali tampil di publik saat menjelaskan kondisi ayahnya di Rumah Sakit Angkatan Darat Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (11/09).
Melansir WIKEN.ID, diduga Thareq Habibie mengalami kerusakan saraf pada mata yang disebut glaukoma.
Hal tersebut disampaikan pemilik akun @deshie.susanti saat menjawab pertanyaan @gengsuryadi di akun Instagram aditya_bosky_raharjo.
Akun @gengsuryadi bertanya, “Maaf min,itu mata beliau kenapa min harus pake penutup spt itu”
Akun @deshie.susanti pun menjawab, “Kalo ga salah glukoma. Mohon maaf apabila ada salah”.
Sebuah akun Instagram menduga, Thareg Habibie menderita glaukoma.
Hingga saat ini, memang belum ada keterangan langsung bahwa Thareq Habibie menderita penyakit glaukoma.
Lalu, apa penyakit glaukoma itu?
Di Indonesia, Glaukoma merupakan penyebab kebutaan nomor dua setelah katarak.
Bedanya, operasi katarak bisa mengembalikan penglihatan, sedangkan glaukoma tidak.
Glaukoma merupakan penyakit yang merusak saraf mata.
Pengobatan hingga operasi tidak bisa mengembalikan fungsi saraf seperti semula.
Untuk itu, sangat penting melakukan deteksi dini glaukoma.
Sebagai langkah awal, kenali dulu gejala glaukoma meski terkadang tidak menimbulkan gejala dan sering tak disadari penderitanya.
Dikutip dari Kompas.com, dokter spesialis mata dari Jakarta Eye Center (JEC) Ikke Sumantri mengungkapkan, glaukoma yang sering tidak memunculkan gejala yaitu, jenis glaukoma sudut terbuka.
Glaukoma jenis ini disebabkan faktor genetik atau keturunan dan yang paling banyak dijumpai kasusunya.
“Gejalanya seperti melihat dalam terowongan dan sering kali tidak bergejala,” ujar Ikke.
Sementara itu, pada tipe glaukoma sudut tertutup, gejalanya lebih berat, yaitu nyeri berat, pandangan kabur, pusing karena tekanan bola mata lebih tinggi, bila tekanan bola mata tiba-tiba naik akan terasa mual hingga muntah.
Kornea mata juga terlihat tidak jernih karena pembengkakkan.
“Kalau tidak ditangani lama-kelamaan bisa menghilangkan penglihatan. Proses hilangnya penglihatan bisa berbeda-beda setiap orang, ada yang cepat, ada yang butuh 10 tahun, tergantung tinggi rendahnya tekanan pada bola mata,” ujarnya.
Glaukoma juga bisa terjadi pada bayi baru lahir atau tipe glaukoma kongenital.
Glaukoma pada bayi bisa ditandai dengan bola mata bayi yang terlalu besar atau terlihat melotot dan pembengkakkan pada kornea mata disertai air mata berlebih.
Pengobatan memang tidak bisa menyembuhkan, tetapi hanya menghambat kerusakan saraf lebih parah.
Ikke mengatakan, glaukoma karena faktor genetik adalah tipe glaukoma primer yang cukup banyak ditemui.
Faktor risiko lainnya, yaitu orang-orang yang memiliki penyakit kronis, seperti diabetes, hipertensi, dan jantung.
Ikke menjelaskan, pada diabetes yang gula darahnya tinggi atau tidak terkontrol, pembuluh darah kecilnya bisa rusak, termasuk yang ada di mata.
Selain menyebabkan retinopati diabetic, bisa juga terjadi glaukoma.
Kemudian pada orang dengan penyakit jantung misalnya, kondisi itu bisa menurunkan suplai darah di mata.
Faktor risiko tersebut bisa menyebabkan rusaknya saraf mata hingga terjadilah glaukoma. (Ila)