Dokumentasikan Kelahiran, Ibu Ini Hampir Meninggal karena Plasentanya Macet

Ilustrasi

 

Ilustrasi

MANAberita.com – DOKUMENTASIKAN Kelahiran, Ibu Ini Hampir Meninggal karena Plasentanya Macet.

Setiap ibu hamil, tentu berharap jika persalinan yang akan ia lalui bisa berjalan lancar dan aman. Bayi yang dilahirkan bisa sehat tanpa ada masalah berarti. Sayangnya, ini tidak dialami oleh Jessica Hood, ibu asal Victoria Barat, Australia.

Ibu tiga anak tersebut memutuskan untuk mendokumentasikan perjalanan persalinan saat melahirkan putra keempatnya Harrison. Tapi, dalam prosesnya semua begitu mengerikan bagi Jessica.

Perempuan berusia 31 tahun tersebut ternyata memiliki plasenta akreta, suatu kondisi serius yang terjadi ketika plasenta tumbuh terlalu dalam ke dinding rahim. Pada kehamilan normal, tubuh akan mendorong keluar plasenta pada waktunya sendiri.

Tapi pada kasus Jessica, plasentanya ‘macet’, yang membuatnya harus kehilangan tiga liter darah dan harus dioperasi. Bahkan, saat tim medis sedang berusahan menyelamatkannya, dia sempat diberitahu bahwa dia harus melakukan histerektomi, sebuah prosedur medis untuk mengangkat rahim perempuan. Artinya, perempuan yang melakukan prosedur ini tidak bisa lagi hamil. Tak berpikir panjang, Jessica segera menandatangani surat persetujuan.

“Saya punya tiga anak cantik yang menunggu di rumah. Saya masih dibutuhkan,katanya seperti dilansir Metro.co.uk.

Untungnya, Jessica akhirnya tidak perlu histerektomi, tetapi dia masih belum pulih dari operasi dan trauma dari insiden itu.

Baca Juga:
Demo Tolak Provinsi Baru Papua di DPR, Massa Bubarkan Diri usai Diterima

“Saya melahirkan bayi Harrison pada pukul 15.26 dengan tali pusat yang melingkari tubuhnya, dengan tangan di samping kepalanya (bagaimana dia keluar … aduh!),” Jelasnya.

“Saya merasa khawatir dan kaget, tidak ada tangisan. Saya ingat sempat bertanya apakah dia baik-baik saja berulang kali. Saya ingat saya melihat ke bawah dan memperhatikan bidan yang sedang berjuang untuk mengeluarkan plasenta saya. Saya tidak ingat persis apa yang mereka katakan tetapi indikasi pertama ada sesuatu yang salah adalah ketika mereka mengangkat sekantung plastik penuh darah dan membawanya ke timbangan untuk ditimbang,” kisah dia.

Lebih lanjut Jessica mengatakan, jika dia mendengar salah satu perawat menoleh ke perawat lain dan berkata “600”, dengan plasentanya yang masih terjebak di dalam dirinya. Tombol darurat ditekan dan tim perawat, bidan, ahli bedah dan dokter berlari ke ruangan.

“Ini tidak mungkin terjadi. Saya ingat ketika itu saya merasa kedinginan, saya ingat bertanya pada pasangan saya, Karl, apakah saya akan mati beberapa kali. Saya ingat mereka mengambil Harrison dari saya. Sepertinya saya sudah berbaring di sana cukup lama dengan tim medis yang berusaha menyelamatkan saya,” jelasnya.

Baca Juga:
Kepalanya Dipukul Guru Pakai Gayung, Siswa SMA di Sumenep Tewas

Dia menambahkan, “Saya merasa seperti setiap menit saya semakin dekat dengan kematian. Kecemasan saya tidak terkendali. Saya menjalani mimpi terburuk saya. Saya akan mati saat melahirkan dan meninggalkan anak-anak saya, bayi baru saya, suami saya,” terang Jessica lagi.

Tiga jam kemudian, setelah dioperasi, seorang bidan memegang tangannya dan memberi tahu Jessica bahwa dia menderita pendarahan pascapersalinan primer yang parah. Di mana ketika Anda kehilangan lebih dari 500ml atau 1.000ml darah dalam 24 jam pertama setelah melahirkan.

Dia kehilangan tiga liter darah, plasentanya macet dan diangkat secara manual. Dia entah bagaimana berhasil menghindari histerektomi.

“Karl dan saya saling memandang dan kami berdua hancur. Ketika saya sedang melewati semua ini, Karl harus berdiri di sana dan menyaksikan semuanya terbuka. Merasa tak berdaya. Tidak tahu apa yang akan terjadi,” kata dia lagi.

Baca Juga:
Curi Motor, Maling ini Justru Tinggalkan Mobil Untuk Korbannya

Atas apa yang telah ia alami, Jessica angkat bicara untuk meningkatkan kesadaran para perempuan akan trauma kelahiran, yang memengaruhi lima dari 100 wanita.

Bahkan, setahun sejak melahirkan, Jessica masih berjuang dengan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Kondisi mental di mana Anda mengalami serangan panik yang dipicu oleh trauma pengalaman masa lalu.

“Putra saya akan berusia satu dan saya masih mengalami tingkat kecemasan yang tinggi. Pada saat itu terlalu banyak rasanya yang harus saya proses, reaksi awalnya adalah perasaan kaget diikuti oleh kesedihan dan ketidakpercayaan,” kata dia.

“Secara mental, pemulihan masih berlangsung. Beberapa hari saya merasa baik-baik saja dan beberapa hari lainnya saya masih tidak dapat memproses semuanya. Saya masih berjuang untuk memproses apa yang terjadi, tetapi saya sangat bersyukur saya masih ada di sini,” tutup dia mengakhiri kisahnya. (Ila)

Komentar

Terbaru