Manaberita.com – ADA indikasi dugaan tindak pidana korupsi pada kasus proyek mangkrak pabrik baja tanur tiup atau blast furnace PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) maka karenanya Kejaksaan Agung bakal meningkatkan status dari sebelumnya penyelidikan menjadi penyidikan. Yang mana kasus tersebut menyebabkan kerugian negara.
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, ada sebanyak 40 saksi yang mengetahui mengenai proyek tersebut, saat ini sedang diperiksa oleh Kejagung yang melakukan penyidikan.
“Pemeriksaan masih berlangsung, kita periksa 40 saksi. Tim penyidik berkoordinasi dengan keterangan ahli, PPATK, LKPP. Penyidik menemukan peristiwa pidana,” ungkap Burhanuddin, dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Kamis petang (24/2/2022).
Melansir dari CNBC Indonesia, Burhanuddin mengungkapkan, proyek ini sejatinya sudah selesai 100% dan uji operasional. Selain itu, sudah ada pembayaran senilai Rp 5 triliun kepada pemenang lelang tender. Namun, hingga kini proyek tersebut belum dapat dioperasikan.
“‘Proyek selesai, tapi tidak bisa dioperasikan. Oleh karena itu, menimbulkan kerugian keuangan negara, sampai saat ini mangkrak tidak bisa digunakan,” katanya.
Oleh sebab itulah, Kejaksaan Agung akan meningkatkan kasus tersebut ke tahap penyidikan. Adapun, besaran kerugian negara masih didalami.
“Dalam waktu tidak terlalu lama akan ditingkatkan ke tahap penyidikan umum, siapa yang akan jadi tersangka adalah orang yang aling bertanggung jawab atas penanganan proyek tersebut,” imbuhnya.
Sebelumnya, Menteri BUMN, Erick Thohir menyebut Krakatau Steel berpotensi mengalami kebangkrutan pada Desember tahun lalu jika tidak melakukan sejumlah langkah restrukturisasi.
“Ada tiga langkah (restrukturisasi), problem-nya langkah ketiga ini macet,” kata Erik dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI, Kamis lalu, dikutip Sabtu (4/12/2021).
Erick menuturkan, ada investasi Krakatau Steel dalam pembuatan pabrik blast furnace senilai US$ 850 juta pada 2008 lalu, namun kondisinya mangkrak, dan tidak memberikan manfaat. Sempat ada harapan proyek ini diambil alih China namun gagal.
Lalu langkah kedua yang sedang diambil mengenai negosiasi kerja dengan salah satu perusahaan baja Posco sebagai pemilik saham terbesar KRAS (kode emiten Krakatau Steel), dengan porsi 70%.
Langkah terakhir adalah kemungkinan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Indonesia Investment Authority (INA) untuk berinvestasi di Krakatau Steel. Erick menjelaskan jika ketiga langkah ini tidak berjalan maka Krakatau Steel bisa default.
[Rik]