Manaberita.com – ISRAEL dan Uni Emirat Arab (UEA) menandatangani perjanjian perdagangan pada hari Selasa. Negara Arab pertamana yang berkerjasama dengan Israel. UEA setuju untuk menormalkan hubungan dengan Israel dalam kesepakatan yang ditengahi AS pada tahun 2020.
Dilansir ABC, perjanjian tersebut di sebut dengan Kesepakatan Abraham. Kesepakatan itu akhirnya diselesaikan Israel dengan empat negara Arab. Sejak itu, kedua negara telah meningkatkan kerja sama di sejumlah sektor ekonomi.
“Israel & UEA baru saja menandatangani Perjanjian Perdagangan. Ini merupakan pertama kalinya kesepakatan ditandatangani antara Israel & negara Arab,” Perdana Menteri Israel Naftali Bennett mengatakan. “Ini adalah FTA tercepat yang ditandatangani dalam sejarah Israel.”
Mohamed Al Khaja, duta besar UEA untuk Israel, menyebutnya sebagai “pencapaian yang belum pernah terjadi sebelumnya.”
“Bisnis di kedua negara akan mendapat manfaat dari akses yang lebih cepat ke pasar dan tarif yang lebih rendah karena negara-negara kita bekerja sama untuk meningkatkan perdagangan, menciptakan lapangan kerja, mempromosikan keterampilan baru, dan memperdalam kerja sama,” cuitnya.
Dorian Barak, presiden Dewan Bisnis UEA-Israel, memperkirakan bahwa perdagangan bilateral akan melebihi $2 miliar tahun ini, meningkat menjadi $5 miliar dalam lima tahun mendatang.
“Dubai dengan cepat menjadi pusat bagi perusahaan Israel yang melihat ke Asia Selatan, Timur Tengah dan Timur Jauh sebagai pasar untuk barang dan jasa mereka,” katanya. “Hampir 1.000 perusahaan Israel akan bekerja di dan melalui UEA pada akhir tahun. Ini belum pernah terjadi sebelumnya.”
Israel memiliki hubungan komersial yang lebih terbatas dengan negara tetangga Yordania dan Mesir, negara-negara Arab yang menandatangani perjanjian damai dengan Israel beberapa dekade lalu.
Pada tahun-tahun menjelang Kesepakatan Abraham, Israel terus meningkatkan kerja sama dengan negara-negara Teluk Arab seperti UEA, yang memiliki keprihatinan keamanan yang sama tentang Iran.
Pendukung kesepakatan memandangnya sebagai terobosan bersejarah dalam diplomasi Timur Tengah. Palestina menolak kesepakatan tersebut sebagai pengkhianatan terhadap tujuan mereka karena mereka menghancurkan konsensus Arab yang sudah lama ada bahwa normalisasi dengan Israel harus dilakukan sebagai imbalan kemajuan dalam proses perdamaian yang telah lama tidak ada.
[Bil]