Manaberita.com – NEGARA pimpinan Presiden Vladimir Putin itu digempur berbagai sanksi ekonomi dari negara-negara Eropa setelah melakukan invasi ke Ukraina. Rusia mulai melancarkan serangan balasannya terhadap sanksi-sanksi ekonomi dari negara Eropa.
Saat ini Putin siap menyerang untuk balik dengan menghentikan pasokan gasnya ke Eropa. Diketahui, selama ini negara-negara Eropa menggantungkan pasokan energinya dari gas yang diimpor Rusia.
Melansir dari detikcom, Rusia hanya akan memberikan pasokan gasnya apabila negara-negara tersebut membayar gas dengan mata uang rubel.
Dalam laporan penelitian lembaga think tank Bruegel, negara-negara Eropa harus mempersiapkan diri jika Rusia benar-benar menghentikan aliran gasnya. Sederet dampak buruk membayangi negara Eropa bila benar-benar kehilangan pasokan gas dari Rusia. Mulai dari macetnya kegiatan ekonomi hingga orang-orang yang akan kedinginan.
“Uni Eropa akan menanggung biaya lebih besar untuk mendapatkan gas dan ada potensi hancurnya kegiatan ekonomi, pasokan listrik yang terganggu dan orang-orang kedinginan,” kata peneliti Bruegel.
Gas banyak digunakan untuk bahan bakar berbagai kebutuhan. Mulai dari industri sampai ke yang paling sederhana menyalakan penghangat ruangan di rumah-rumah.
Sekadar informasi, saat ini 40% pasokan gas alam Eropa berasal dari Rusia. Aliran gas itu mengalir ke berbagai negara mulai dari Jerman, Austria, Hungaria, Slovenia dan Slovakia sampai Polandia.
Jika pengiriman gas dari Rusia terhenti. Maka Eropa akan kehilangan sekitar 10%-15% pasokannya, bahkan lebih.
Eropa juga mungkin akan terpaksa untuk menggunakan bahan bakar alternatif seperti batu bara dan pembangkit nuklir. Penggunaan batu bara disebut memiliki konsekuensi besar untuk iklim di dunia, apalagi Eropa sendiri menjadi pelopor untuk meninggalkan energi tak ramah lingkungan tersebut.
Sampai saat ini sendiri sudah banyak negara yang pasokan gasnya dihentikan Putin. Siapa saja?
Paling baru, Rusia menghentikan pasokan gas ke Finlandia. Hal ini dilakukan sejak Sabtu 21 Mei kemarin. Dalam catatan detikcom, gas Rusia berhenti mengalir ke Finlandia pada hari Sabtu pukul 07.00 pagi waktu setempat. Hal itu disampaikan perusahaan gas negara Gasum pada hari Jumat.
“Sangat disesalkan bahwa pasokan gas alam di bawah kontrak pasokan kami sekarang akan dihentikan,” kata CEO Gasum Mika Wiljanen.
Di awal pekan kemarin, Gasum menyatakan menolak permintaan Presiden Rusia Vladimir Putin agar membayar gas dalam Rubel, bukan Euro atau Dolar seperti yang tercantum dalam kontrak.
Finlandia sendiri mengandalkan Rusia untuk sekitar 68% konsumsi gas alamnya pada tahun 2020. Data itu menurut International Energy Agency.
Berhentinya pasokan gas Rusia ke Finlandia juga banyak dihubung-hubungkan dengan langkah negara itu yang mau bergabung dengan NATO. Rusia menganggap bergabungnya Finlandia dapat menjadi masalah besar.
Jauh sebelum Finlandia, ada juga Bulgaria dan Polandia yang pasokan gasnya dihentikan oleh Rusia. Negara itu menghentikan pasokan gasnya ke Polandia dan Bulgaria sejak 27 April yang lalu
Dilansir dari BBC, Rabu (27/4/2022), pasokan gas dihentikan setelah Rusia mengatakan dua negara itu masuk dalam daftar negara yang bukan sahabat. Rusia meminta negara-negara itu harus mulai membayar gas dalam mata uang Rubel atau pasokan gas akan dihentikan. Polandia dan Bulgaria sendiri telah menolak untuk membayar gas dengan Rubel.
Polandia diketahui memenuhi sebagian besar impor gasnya dan membeli 53% impornya dari perusahaan Rusia pada kuartal pertama tahun ini. Sementara itu, Bulgaria saat ini menggantungkan 90% pasokan gasnya dari Rusia.
Di sisi lain, beberapa negara besar di Eropa nampak mulai melunak kepada Rusia. Pemerintah Jerman dan Italia dilaporkan telah mengizinkan perusahaan di negaranya untuk membuka rekening mata uang Rubel demi mengimpor gas Rusia.
Dilansir dari laporan Reuters, Sabtu 21 Mei kemarin, Jerman dan Italia telah mengizinkan perusahaan importir gas untuk membuka rekening Rubel untuk terus membeli gas Rusia. Langkah ini disebut tidak akan melanggar sanksi terhadap Rusia setelah diskusi dengan Komisi Uni Eropa.
Jerman dan Italia tidak mau mengarahkan negaranya ke mengalami kekurangan pasokan vital gas Rusia yang memanaskan rumah dan memberi daya pada pabrik.
Uni Eropa sendiri sebelumnya telah meluncurkan sanksi ekonomi kepada Rusia imbas langkah invasinya ke Ukraina. Salah satunya adalah mengucilkan Rubel Rusia dari jaringan keuangan dan perbankan Eropa.
Langkah Jerman dan Italia membuka rekening Rubel ini disebut-sebut dapat melanggar sanksi Uni Eropa ke Rusia. Beberapa diplomat di Brussel dari negara-negara anggota Uni Eropa pun mulai mempertanyakan hal itu. Mereka menilai hal itu berisiko merusak persatuan UE melawan Rusia.
Komisi Uni Eropa menolak mengomentari hal tersebut. Yang jelas, seorang juru bicara Komisi pernah menyatakan tidak disarankan bagi perusahaan untuk membuka rekening Rubel Rusia.
(Rik)