Banyak Orderan Batal dari Buyer, PHK Hantui Pabrik Tekstil dan Sepatu

  • Rabu, 26 Oktober 2022 - 19:47 WIB
  • Nasional

Manaberita.com – ANTON J Supit Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apidari menyebut perusahaan garmen (tekstil) dan sepatu (alas kaki) terpaksa menempuh Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Pasalnya, order atau pesanan berkurang. Bahkan, ada pembeli yang membatalkan pesanan, meski produksi sudah dilakukan.

“Sudah produksi disuruh hold. Sehingga, PHK mulai terjadi sejak saat ini dan diperkirakan hingga 2023 mendatang,” ujarnya dikutip dari CNNIndonesia.com, Rabu (26/10).

Ia merinci pesanan di industri sepatu mencapai 50 persen, sedangkan industri tekstil sekitar 30 persen.

Baca Juga:
Invasi Rusia Dapat Mempengaruhi Ekonomi Global?

“Jadi, ada yang lebih banyak, ada juga yang sedikit. Rata-rata segitu ya,” imbuh Anton.

Ia melanjutkan saat ini sejumlah perusahaan yang mengalami problem order berkurang atau kena pembatalan sedang melakukan antisipasi.

“Itu (PHK) tergantung perusahaan. Tidak semua. Ada yang melakukan antisipasi seperti PHK. Ada yang sedang merencanakan dan seterusnya,” kata Anton.

Ia mengaku sudah menyampaikan hal itu kepada pemerintah, dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan. Dalam pembahasan tersebut, berbagai pihak mengklaim tengah mencari kemungkinan mengurangi jumlah PHK.

Baca Juga:
CEO MyPillow Diperintahkan Untuk Membayar $5 Juta Setelah Kasus Pengadilan Klaim Pemilu

“Meminimalisir jumlah PHK, antara lain dengan mengurangi jam kerja (karyawan) dengan prinsip no work no pay (tidak bekerja tidak ada bayaran). Karena pilihan hanya ada PHK atau kebijakan yang bisa menahan laju PHK. Tidak bisa dihindari sama sekali,” jelasnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja membenarkan bahwa industri tekstil dan produk tekstil sudah merumahkan 45 ribu karyawan di sepanjang tahun ini.

“Potensi PHK sudah dapat dirasakan. Perkiraan 45 ribu karyawan sudah mulai dirumahkan,” tutur dia.

Ia menyebutkan kondisi ini terjadi lantaran permintaan pasar ekspor seperti Amerika Serikat dan Eropa menurun tajam akibat kondisi global yang tak stabil.

Baca Juga:
Koalisi Yang Dipimpin Saudi Mencabut Pembatasan Impor di Yaman Selatan, Kenapa?

Sejak akhir Agustus 2022, penurunan permintaan berada di kisaran 30 persen.

“Bilamana kondisi ini berlanjut, angka (karyawan dirumahkan) yang lebih besar akan terjadi,” terang Jemmy.

Melihat kondisi seperti itu, Jemmy berharap pemerintah melindungi pasar dalam negeri dari gempuran produk impor, sehingga bisa diisi oleh produsen dalam negeri.

(Rik)

Komentar

Terbaru