Manaberita.com –Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan pemohon yang mengajukan syarat baru bagi calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres), yaitu minimal berpendidikan Strata Satu (S1). Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang pengucapan putusan yang digelar di Gedung MK, Jakarta, Kamis (17/7/2025).
“Amar putusan, mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Suhartoyo saat membacakan amar putusan.
Gugatan yang diajukan pemohon menuntut perubahan ketentuan dalam Undang-Undang Pemilu terkait persyaratan pendidikan bagi capres-cawapres, yang saat ini hanya mewajibkan minimal pendidikan tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat. Pemohon berargumen bahwa pendidikan minimal S1 perlu diterapkan agar calon pemimpin negara memiliki kapasitas intelektual yang memadai.
Namun, Mahkamah menilai bahwa ketentuan tersebut merupakan bagian dari kebijakan hukum terbuka yang diatur oleh pembentuk undang-undang. Ketentuan dalam Pasal 169, 170, dan 171 Undang-Undang Pemilu adalah delegasi dari Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Oleh karena itu, pembentukan syarat pendidikan minimal merupakan kebijakan yang bersifat fleksibel dan terbuka untuk diatur oleh legislator.
Dalam putusannya, Mahkamah menyebutkan bahwa kebijakan hukum terbuka tersebut tetap konstitusional selama memenuhi sejumlah kriteria, yakni tidak melanggar moralitas, rasionalitas, serta prinsip keadilan yang tidak intolerable. Selain itu, kebijakan tersebut tidak boleh melampaui kewenangan pembentuk undang-undang, tidak menjadi penyalahgunaan kewenangan, dan harus sejalan dengan UUD NRI 1945, termasuk hak politik warga negara dan kedaulatan rakyat.
Mahkamah juga mengingatkan bahwa syarat pendidikan minimal S1 yang diajukan oleh pemohon justru dapat mempersempit peluang warga negara untuk menjadi capres atau cawapres. Hal ini dapat membatasi ruang gerak partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dalam mengajukan calon, sehingga bertentangan dengan prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat.
“Pemaknaan baru yang dimohonkan para pemohon justru mempersempit peluang sehingga dapat membatasi warga negara yang akan diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebagai calon presiden dan calon wakil presiden,” tegas Mahkamah.
Dengan demikian, persyaratan minimal tamatan SMA atau sederajat tetap berlaku sebagai ketentuan yang sah dan sesuai dengan konstitusi dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.
Putusan ini menjadi penegasan bahwa pembentukan syarat calon kepala negara merupakan kewenangan pembentuk undang-undang, dan bahwa pengaturan tersebut harus seimbang antara menjaga kualitas pemimpin dan menjamin hak politik seluas-luasnya bagi seluruh warga negara. (ka)