kangling
MANAberita.com – SALAH satu instrumen tertua dan paling terkenal di Tibet adalah terompet tulang, juga dikenal dengan sebutan kangling.
Terbuat dari tulang paha manusia, di beberapa titik seorang bhikkhu memotong salah satu ujungnya untuk membuat corong, lalu membuat lubang di ujung yang lain agar udara bisa lewat. Lalu masuklah pada tahap proses hati-hati membersihkan saluran sumsum dan membuat jalannya udara.
Terompet-terompet ini dapat berupa tulang atau ornamen tertentu yang dihiasi. Ukiran halus naga mitologis, aksesoris perak yang dibentuk hiasan, pembungkus kulit, dan pirus digunakan untuk menghias terompet, sekaligus mengawetkannya. Ketika tulang mengering, ia akan menjadi rapuh. Dekorasi dari logam dan kulit seringkali bersifat utilitarian dan dekoratif.
Terompet sering dipasangkan dengan drum yang terbuat dari bagian atas tengkorak manusia yang dikenal sebagai damaru. Drum-drum ini akan dimainkan di tangan kanan sementara trompet dimainkan di sebelah kiri — tangan kebijaksanaan.
Lagu-lagu indah yang dimainkan di instrumen mengerikan ini melambangkan dualitas hidup dan mati, membantu praktisi untuk lebih memahami keterikatan emosional yang mereka miliki dengan tubuh mereka sendiri. Suara terompet sering dilihat sebagai metode memanggil roh-roh yang lapar atau bahkan jahat (iblis) ke sebuah upacara, dengan para pemain kangling yang terlihat tengah menunjukkan keberaniannya.
Percaya atau tidak, trompet tulang itu sendiri mendahului kedatangan Buddhisme di Tibet. Terompet-terompet ini adalah bagian dari sistem ritual rumit yang melibatkan pemakaman langit sebelum para biarawan tiba di Tibet. Alih-alih menggantikan kepercayaan lama Tibet, Buddhisme memasukkan banyak praktek Tibet sebagai gantinya, menciptakan penggabungan ritual Tibet kuno dengan prinsip dan keyakinan Buddha. Pada saat kekuatan barat mulai menjelajahi daerah itu, Tibet telah menjadi terkenal karena menggunakan sisa-sisa manusia dalam upacara keagamaan, terutama di mata para penjelajah Eropa.