Penyiksaan terhadap Novidinia
MANAberita.com – KASUS kekerasan yang mengatasnamakan adat istiadat baru saja menimpa seorang gadis belia di Kabupaten Malaka, Nuisa Tenggara Timur (NTT).
Parahnya kasus kekerasan yang dialami gadis belia ini terjadi dengan sengaja di depan warga desa sebagai bentuk pembelajaran atas kejahatan hukum adat.
Tidak ada satu pun warga desa yang mencegah kasus kekerasan ini, padahal kejahatan nyatanya yang dituduhkan kepada gadis belia ini tidak ada buktinya.
Bukan rahasia lagi bila masyarakat menilai hukum di negara ini masih lemah dan dianggap tak memberi jera.
Banyak kasus kejahatan yang terjadi dan dianggap selesai dengan cara yang tak adil.
Sehingga tidak mengherankan bila ada kasus kejahatan, masyarakat kadang masih lebih suka menerapkan hukum adat daripada mengurusnya ke aparat hukum yang berwajib.
Hukum adat dianggap memberi efek jera yang lebih kepada pelaku hingga keluarga pelaku sendiri.
Mirisnya, cara main hakim sendiri yang mereka lakukan tidak jarang justru melibatkan tindak kekerasan yang lebih parah.
Seperti yang belum lama ini menimpa seorang gadis berusia 16 tahun di Kabupaten Malaka, NTT.
Melansir dari Sosok.ID, seorang gadis bernama Novidina Baru, baru saja menjadi korban kekerasan yang mengatasnamakan hukum adat.
Atas kejahatan yang dituduhkan, Novidinia Baru dianiaya secara keji oleh kepala desa tempatnya tinggal di hadapan seluruh warga desa.
Kejadian ini terjadi di Desa Babulu Selatan, Kecamatan Kobalima, Kabupaten Malaka, NTT pada Kamis (17/10).
Novidinia Baru disiksa secara keji oleh Kepala Desa Babulu Selatan hingga jadi tontonan warga desa usai dituduh mencuri sebuah cincin milik tetangganya.
Melansir Pos Kupang, kejadian nahas yang menimpa Novidinia Baru ini berawal ketika tetangganya Marince Molin menuduhnya mencuri sebuah cincin dari rumahnya.
Jarak rumah Novidina dan Marince diperkirakan sekitar 20 meter.
Kakak Marince berteriak dan menuduh gadis berusia 16 tahun tersebut mencuri cincinnya dari rumah pada Rabu (16/10).
Kepala dusun, Margareta Hoar yang mendengar hal tersebut langsung menggeledah tubuh Novidina.
Namun Margareta Hoar tak menemukan barang bukti apapun seperti yang dituduhkan pada tubuh Novidina.
Entah malu karena telah ikut menuduh tanpa bukti atau apa, Margareta Hoar dikabarkan sempat memukul Novidina hingga gadis beli atersebut ambruk ke tanah.
Bagi orang lain yang mendengar kasus ini mungkin akan berpikir bahwa masalah telah berakhir.
Nyatanya, nasib sial Novidina tak berakhir sampai disitu begitu saja.
Belum sembuh luka pukulan yang diberikan kepala dusun, Novidina kembali digeret keluar dari rumahnya oleh kepala dusun bersama dengan aparat desa.
Sebelum menyeret Novidina keluar, kepala dusun memanggila pamong desan dan kepala desa dan menceritakan semua kejadian dari awal.
Novidina yang dituduh bersalah pun diseret paksa oleh aparat desa ke rumah Marince, warga desa yang kehilangan cincin.
Di dalam rumah tersebut, Novidina disiksa secara tidak manusiawi dan keji mengatasnamakan hukum adat.
Tak berdaya, Novidina dipaksa memasukkan tangan ke dalam ember berisi air kemudian disetrum dengan kabel listrik.
Atas perbuatan yang dituduhkan padanya tanpa bukti, Novidina disetrum hingga lemah dan merasa pusing.
Tak cukup sampai disitu, sehabis disetrum hingga lemas, Novidina kembali diseret ke Posyandu di Desa Babulu Selatan.
Di posyandu tersebutlah penyiksaan paling keji diterima oleh gadis berusia 16 tahun ini.
Dibantu suami kepala dusun, Hendrikus Kasa, Kepala Desa Babulu Selatan Paulus Lau mengikat tangan Novidina dengan seutas tali pada balok kayu.
Novidina yang tak bisa berbuat apa-apa dipukuli hingga babak belur.
Mirisnya, aksi kekerasan yang dilakukan pada Novidina ini malah jadi tontonan bagi warga sekitar dan tak ada satu pun warga yang turun tangan melerai atau membantu Novidina.
Aksi kekerasan yang dialami Novidina bahkan direkam dan disebarkan melalui media sosial.
Video aksi kekerasan yang diterima Novidina Baru pun viral dan ramai dibicarakan publik di media sosial.
Hingga akhirnya video tersebut sampai ke tangan keluarga Novidina yang berada di Jakarta.
Tak terima melihat Novidina mendapatkan perlakuan semacam itu atas perbuatan yang tak ia lakukan, paman Novidina, Trison pun langsung meminta keluarganya di NTT untuk bertindak.
Atas kesepakatan keluarga, pada Selasa (22/10) Novidina pun di bawa ke puskesmas untuk divisum.
Pada Rabu (23/10) keluarga pun sepakat untuk melaporkan kejadian ini ke Polsek Kobalima, NTT.
Sebelumnya, keluarga tak berani melapor ke pihak kepolisian lantaran takut dan tak mengerti hukum sama sekali.
Melansir dari Pos Kupang dan Kompas.com, Kasat Reskrim Polres Belu, AKP Sepuh Siregar pun membenarkan telah menerima laporan tindak kekerasan dan penganiayaan di Desa Babulu Selatan, Kabupaten Malaka, NTT.
Aparat Polsek Kobalima diback up penyidik Polres Belu sedang menyelidikan kasus penganiayaan tersebut hingga tuntas.
“Laporan baru masuk. Saya sudah perintahkan anggota turun untuk bantu back up pemeriksaan”, kata AKP Sepuh Siregar
AKP Sepuh Siregar belum memastikan pelaku penganiayaan itu adalah kepala Desa Babulu Selatan karena masih dalam tahap penyelidikan.
“Kita belum tahu siapa pelakunya. Kita masih dalami laporannya. Kita periksa dulu. Kalau sudah periksa baru kita bisa tetapkan tersangka,” lanjut AKP Sepuh Siregar.
Berdasarkan pemeriksaan sementara, korban adalah seorang remaja yang tak mengenyam pendidikan dan tak pernah melakukan tindak kejahatan apapun di desa.
Kasus ini diduga adalah murni kesalahpahaman dan main hakim sendiri yang dilakukan warga dan aparat desa.
Atas kasus ini, pihak keluarga korban meminta aparat kepolisian agar memproses kasus hingga tuntas dan pelaku dihukum sesuai perbuatannya. (Alz)