MANAberita.com — GHASSAN bin Malik al Amiri tinggal cukup jauh dari Kota Makkah. Kabilahnya memiliki kebiasaan memberikan persembahan atau kurban di depan berhalanya pada bulan Rajab. Pada suatu bulan Rajab ketika Nabi SAW telah mulai mendakwahkan islam, seorang lelaki bernama Isham datang ke berhala tersebut dan bersiap menyembelih kurban persembahannya. Ketika tangannya mengangkat pedang untuk menyembelih, tiba-tiba muncul suara dari lobang berhala, “Wahai Isham, telah datang islam, berhala tak lagi berguna, darah akan terlindungi dan kekerabatan akan tersambung, kebenaran akan segera tampak, wassalam”g!
Memang, sebelumnya telah santer tersiar kabar, khususnya dari para pendeta Yahudi dan Nashrani, bahwa akan segera muncul seorang Nabi dan Rasul akhir zaman. Berita yang sebenarnya menjadi harapan dan kebanggaan bagi ahli kitab tersebut, juga menimbulkan harapan bagi penduduk jazirah Arabia yang sebenarnya kaum pagan penyembah berhala. Kaum ahli kitab ini merasa derajadnya lebih tinggi dari penduduk Arab karena mereka merasa memiliki keterkaitan dengan wahyu, dengan kitab suci yang mereka jadikan pegangan bagi agama mereka.
Sejenak Isham tertegun, kemudian ia membatalkan persembahannya sambil berteriak gembira kepada kaumnya bahwa Rasul yang dinanti-nantikan tersebut telah datang. Ghassan yang sebenarnya “pemilik dan pengelola” berhala tersebut, ikut gembira dengan kabar tersebut, tetapi itu belum menguatkannya karena ia tidak melihat sendiri peristiwa yang dialami Isham.
Beberapa hari kemudian, masih di bulan Rajab yang sama, seseorang bernama Thariq datang untuk melakukan persembahan. Sama seperti Isham, ketika tangannya siap menyembelih kurban di depan berhala tersebut, muncul suatu suara dari lobang berhala itu, “Wahai Thariq, telah diutus Nabi yang jujur, ia datang membawa wahyu dari Allah Yang Maha Perkasa”!
Sama seperti Isham, Thariq membatalkan kurbannya dan berlari keluar dari tempat berhala tersebut sambil berteriak gembira, mengabarkan kehadiran Nabi dan Rasul akhir zaman. Peristiwa Thariq tersebut makin menguatkan kabar yang disampaikan oleh Isham sebelumnya, dan Nabi SAW makin jadi pembicaraan di daerah yang jauh dari Makkah ini. Hanya saja kalau di Makkah beliau banyak menerima penolakan, di sini beliau menjadi idola, harapan dan penerimaan.
Tiga hari setelah peristiwa Thariq, Ghazzan bin Malik yang merupakan salah satu pemuka kabilahnya, berniat melakukan kurban di depan berhalanya. Peristiwa Isham dan Thariq berulang, bahkan suara tersebut lebih tegas dan lantang keluar dari lobang berhala, “Wahai Ghazzan bin Malik, telah datang kebenaran dari seorang Nabi dari Bani Hasyim di Tihamah. Keselamatan bagi yang mendukungnya, penyesalan bagi yang mencelanya. Dia memberi petunjuk dan mengajak kepada kebaikan hingga hari kiamat”!
Setelah itu, berhala tersebut terangkat dan roboh tengkurap di depan Ghazzan. Tidak ada alasan lagi bagi Ghazzan untuk tidak percaya akan hadirnya seorang Rasul, apalagi kali ini jelas ditunjukkan kabilah dan tempatnya ia dibangkitkan. Dengan tekad bulat, sekaligus dukungan dari kaumnya, ia akan menemui Nabi baru dari Bani Hasyim yang berada di daerah perbukitan Tihamah tersebut. Ganasnya padang pasir yang membentang antara tempat tinggalnya dengan Tihamah dimana Makkah berada, tidaklah menyurutkan langkahnya.
Saat itu masih masa permulaan dakwah islam, Nabi SAW sedang duduk bersama beberapa orang sahabat, termasuk Ali bin Abi Thalib yang meriwayatkan kisah ini. Seorang penunggang unta yang tampak letih dan berdebu, pertanda ia telah melakukan perjalanan jauh di padang pasir, mendatangi kumpulan sahabat dan bertanya, “Manakah yang namanya Muhammad”?
Mereka menunjukan tempat Nabi SAW, dan lelaki tersebut, yang tak lain adalah Ghassan bin Malik al Amiri, berkata kepada beliau, “Maukah engkau menjelaskan semua perintah Tuhanmu, atau aku yang akan menceritakan perintah-perintah berhalaku”?
Maksud Ghassan adalah “perintah” berhala ketika membatalkan persembahan kurban dari Isham, Thariq dan dirinya sendiri. Nabi SAW tersenyum mendengar perkataan Ghassan, dan bersabda, “Biarlah aku saja yang menjelaskan perintah-perintah Tuhanku”!
Mulailah Nabi SAW menjelaskan panjang lebar risalah islam yang beliau emban untuk seluruh umat manusia. Setelah cukup lama mendengarkan dengan khidmat penjelasan beliau, ia berkata, “Saya adalah Ghassan bin Malik al Amiri, saya mempunyai berhala, setiap bulan Rajab saya dan kaum saya melakukan persembahan kepadanya”!
Kemudian Ghassan menceritakan dengan terperinci peristiwa yang terjadi dengan berhalanya akhir-akhir ini, pengalaman Isham, Thariq atau juga pengalamannya sendiri, sehingga berhala itu roboh dengan sendirinya. Setelah Ghassan selesai menceritakan kisahnya, Nabi SAW bertakbir, para sahabat ikut bertakbir pula. Ghassan mengucap syahadat untuk memeluk islam, kemudian ia meminta ijin Nabi SAW untuk melantunkan syair, dan beliau mengijinkannya.
Ghassan melantunkan syairnya, “Kupacu langkah untuk sebuah pencarian, dengan gundah gulana, di dalam negeri yang berpasir, hanya untuk mendukung manusia pemimpin, kuikat sebuah tali, talimu dalam taliku, aku ikrarkan, Allah Tuhan Yang Maha Benar, Yang Esa, inilah agamaku, terompahku bersama langkahku”! (Sam)