Manaberita.com – MENAG (Menteri Agama) Yaqut Cholil Qoumas batu saja menerbitkan surat edaran yang mengatur perihal penggunaan pengeras suara di masjid dan musala.
Tertuang didalam surat edaran tersebut Menteri Agama No SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Ada beberapa aturan yang di tetapkan di dalam surat edaran tersebit seperti volume pengeras suara tidak lebih dari 100 dB (seratus desibel). Bukan hanya itu saja, rekaman dilakukan dengan kualitas rekaman dan pengaturan akustik yang baik dengan kata lain tidak boleh sumbang dan pelafalan azan dan ayat Alquran secara baik dan benar.
Aturan Waktu juga ditentukan untuk pengeras suara luar (toa). Pengeras suara di waktu menjelang salat subuh dalam jangka waktu paling lama 10 (Sepuluh) menit. Menjelang pelaksanaan Zuhur, Ashar, Magrib dan Isya, dapat menggunakan pengeras suara luar dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) menit. Dan sebelum azan Salat Jumat dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) menit.
Melansri dari Radarbangsa.com, Indonesia bukan negara pertama yang menetapkan aturan terkait pengeras suara masjid, beberapa negara lainnya juga telah menetapkan aturan terkait hal ini, antara lain:
Arab Saudi
Sejak 2015 silam Kementerian Agama Islam di Arab Saudi melarang masjid menggunakan pengeras suara Masjid dibagian luar, terkecuali untuk azan, salat Jumat, salat Idul Fitri, salat Idul Adha dan salat meminta hujan.
Dilansir NU Online, seperti dikutip Tirto, kebijakan tersebut diambil menyusul maraknya keluhan warga mengenai volume pengeras suara yang terlalu besar.
Mesir
Pemerintah Mesir sempat melarang penggunaan pengeras suara masjid untuk menyiarkan salat tarawih dan ceramah agama selama bulan suci di bulan Ramadan 2017, sebagaimana diberitakan oleh Egyptian Streets dan dikutip Tirto.
Keputusan tersebut di jelaskan oleh Menteri Wakaf Mohamed Goma bertujuan agar umat Islam dapat beribadah dengan Khusyuk dan tidak tergaggu oleh pengeras suara yang saling tumpang tindih.
Keputusan saat itu juga didukung oleh Universitas al-Azhar. Al-Azhar mengatakan, pengeras suara bisa mengganggu pasien di rumah sakit atau manula dan sebabnya bertentangan ajaran Islam.
Malaysia
Aturan pengeras suara di Malaysia bergantung pada negara bagian masing-masing. Penang, Perlis dan Selangor termasuk negara bagian yang melarang pengeras suara digunakan selain untuk azan. Dalam fatwanya mufti Perlis, Datuk Asri Zainul Abidin, menegaskan larangan tersebut sudah sesuai dengan ajaran nabi Muhammad SAW untuk tidak mengganggu ketertiban umum.
Dilansir dari New Strait Times sebagaimana dikutip Tirto, penguasa Selangor, Sultan Sharafuddin Idris Shah, pada Oktober 2017 resmi melarang penggunaan pengeras suara masjid kecuali untuk untuk azan dan pembacaan ayat-ayat Alquran. Sementara untuk khotbah dan ceramah-ceramah lainnya, pengeras suara hanya boleh digunakan di dalam batas lingkungan masjid dan surau.
Uni Emirat Arab
UAE menetapkan terkait aturan suara azan yang tidak melebihi batas 85 deisebl khusus di kawasan pemukiman. Dilansir NU Online, Februari 2017 silam, pemerintah Uni Emirat Arab (UEA) menertibkan pengeras suara masjid di ibukota Dubai melalui instruksi Departemen Urusan dan Kegiatan Amal Islam UEA (IACAD). Pemerintah mempersilahkan warganya untuk melaporkan masjid yang membunyikan pengeras suara di luar batas kewajaran.
IACAD berpegang pada ambang batas kebisingan pengeras suara yang tidak boleh melebihi 85 desibel (dB). Sementara tes kebisingan yang dilakukan The National di kawasan pemukiman dan bisnis Barsha Heights, misalnya, menunjukkan volume rata-rata 86 dB.
India
Aturan negara India membatasi volume pengeras suara di ruang publik menjadi maksimal 10 desibel di atas volume derau di sekitar atau 5dB di atas volume bunyi-bunyian di ruang pribadi.
Pemerintah India juga mengawasi penggunaan pengeras suara yang tak berizin di masjid-masjid. Aturan yang juga didukung ulama Islam India ini diterbitkan untuk menjamin ketertiban umum.
[Rik]