MANAberita.com – PAKAR Hukum Pidana Universitas Brawijaya, Aan Eko Widiarto mengungkapkan para pemilik akun Onlyfans yang menampilkan konten pornografi dapat dipidanakan tanpa harus tertangkap tangan di depan umum. Hal itu terkait perbedaan kasus dua pemilik akun Onlyfans Siskaee dan Dea Onlyfans yang tengah ditangani polisi.
Siskaee ditangkap karena melakukan aksi pornografi di Bandara Yogyakarta. Sementara Dea ditangkap terkait dugaan pornografi usai namanya mencuat ke publik.
Mengutip CNN Indonesia, menurut Aan, Dea seharusnya bisa ditangkap tanpa menunggu namanya mencuat ke permukaan, asalkan adanya bukti Dea telah memproduksi dan menyebarkan konten pornografi
“Ya, sudah bisa [ditangkap], tidak harus ada pertunjukan di muka umum,” kata Aan, Jumat (25/3).
Aan menegaskan, dirinya tidak membenarkan tindakan yang dilakukan oleh Dea Onlyfans.
Menurut dia, tindakan Dea Onlyfans,jika terbukti memproduksi konten pornografi di aplikasi Onlyfans, telah memenuhi definisi pornografi seperti tertuang dalam UU No 48 Tahun 2008 tentang Pornografi.
“Apakah dilakukan di muka umum atau tidak, menurut saya definisi pornografi memang tidak semata-mata harus dilakukan di muka umum. Jadi dalam UU Pornografi khususnya di Pasal 1 Angka 1, perbuatannya itu bisa dalam bentuk media komunikasi lain,” ujarnya.
Kendati demikian, Aan menilai, penangkapan polisi masih tebang pilih melihat latar belakang si pemilik akun.
Indikasinya, ada begitu banyak akun di Onlyfans dan media sosial lain yang memproduksi konten pornografi namun masih bebas berkeliaran.
Pun, tak semua orang yang terlibat dalam konten pornografi mendapat tindakan hukum yang setara. Dia mencontohkan para penyebar yang kerap luput ditangkap dalam kasus pornografi cyber.
Penangkapan yang pilih-pilih itu merupakan contoh permasalahan hukum di Indonesia.
“Memang ini problem hukum kita apalagi terkait dengan UU ITE, karena kan masif, yang punya [konten] juga banyak” ucapnya.
“Kalau menggunakan Pasal 55 KUHAP soal penyertaan, yang kena itu banyak, semuanya kena, gak hanya pembuatnya saja, atau penyebarnya, yang turut serta juga kena, harusnya begitu,” sambung Aan.
Aan menduga aparat kepolisian hanya akan menangkap tokoh publik yang melakukan dugaan tindak pidana pornografi.
Padahal jika melihat aturan hukum pidana, pihak yang memiliki dan menyebarkan pun mestinya turut diproses secara hukum.
“Sehingga karena banyak sekali persyaratan [penangkapan]nya, polisi hanya mengambil beberapa saja dan itu hanya yang public figure,” paparnya.
“Nah di situ lah masyarakat memandang kurang adilnya di sini. Jadi hanya yang public figure yang jadi sorotan media itu saja yang dikenakan,” lanjut Aan.
Sampai saat ini polisi belum merinci kasus yang menjerat Dea Onlyfans. Dea hanya disebut terkait dengan pornografi.
Aan menjelaskan bahwa Dea berhak mengetahui tindak pidana yang menjeratnya ketika dilakukan penangkapan oleh aparat kepolisian. Hal itu lantaran, Dea tidak ditangkap dalam keadaan tangkap tangan.
“Polisi harus memberi penjelasan, makanya dalam hukum acara diatur harus ada surat penangkapan kemudian disebutkan pasal apa yang disangkakan. Ini kan tidak dalam konteks tangkap tangan,”beber Aan.
Sebelumnya, konten kreator Dea Onlyfans ditangkap terkait dugaan penyebaran konten pornografi. Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Auliansyah Lubis mengatakan Dea ditangkap di Malang, Jawa Timur, Kamis (24/3) malam.
Dalam penangkapan yang dilakukan di rumahnya, polisi juga menyita laptop berwarna merah milik Dea.
Saat ini, Dea telah tiba di Polda Metro Jaya usai ditangkap di daerah Malang, Jawa Timur. Ia bakal diperiksa lebih lanjut terkait kasus dugaan konten pornografi.
[sas]