Manaberita.com – PENGGUNA Twitter bernama Robin Syihab menulis rangkaian cuitan berisi analisis pergerakan transaksi kripto yang disebut-sebut milik tersangka afiliator binary option. Pihak kepolisian mengatakan memang ada transaksi kripto, namun tak sebesar yang viral itu.
Dilansir dari detiknews, Sebagai informasi, ada dua afiliator binary option yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus penipuan hingga pencucian uang, yakni Indra Kenz dan Doni Salmanan. Rangkaian cuitan yang viral itu sendiri tak menyebut jelas nama pelaku transaksi.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan menyebut pihaknya memang mendeteksi transaksi kripto di Indonesia dengan bantuan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Namun, angka transaksinya tidak sebesar yang ada dalam cuitan itu.
“Yang ada transaksinya sesuai informasi dan bantuan dari PPATK adalah di kripto di Indonesia, tetapi angkanya tidak sebesar itu,” ujar Whisnu kepada wartawan, Kamis (24/3/2022).
Whisnu mengatakan pihaknya sedang mendalami transaksi tersangka binary option di luar negeri. Dia mengatakan Polri harus berkolaborasi dengan kepolisian di luar negeri untuk mendalami transaksi tersebut.
“Kami masih mendalami kripto yang ada di luar negeri, yang sudah kami deteksi. Namun, perlu adanya koordinasi dan kolaborasi antar polisi Indonesia dan polisi LN negara itu,” tuturnya.
Robin Syihab Dipanggil
Whisnu menyebut Bareskrim juga memanggil Robin Syihab yang pembuat cuitan analisis tersebut. Whisnu mengatakan pihaknya ingin menggali informasi lebih dalam.
“Sudah saya panggil yang masukkan ke Twitter supaya menggali dari sumbernya dan akan kita dalami,” ucap Whisnu.
Meski demikian, Whisnu mengatakan Robin Syihab belum memenuhi panggilan polisi.
“Tapi belum datang,” ucapnya.
Sebelumnya, media sosial Twitter dihebohkan dengan rangkaian cuitan yang disebut berisi analisis pergerakan transaksi koin kripto diduga milik tersangka afiliator binary option. detikcom telah menghubungi Robin Syihab, pemilik akun Twitter @anvie, dan meminta izin untuk mengutip utas tersebut.
Dalam cuitannya, Robin menjelaskan jika dari analisisnya dia menemukan fakta-fakta menarik yang mungkin bisa mengungkap tempat persembunyian aset-aset kripto yang diduga milik tersangka afiliator dan nilainya fantastis. Robin menyebut hal ini mungkin belum disita oleh pihak berwajib.
“Untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan saya tak akan menyebut merek di sini. Hasil akhir saya serahkan kepada netizen saja, saya hanya ingin share teknik bagaimana caranya melakukan investigasi di dunia cryprtocurrency yang merupakan ilmu baru yang layak untuk dipelajari,” tulis Robin seperti dikutip Selasa (22/3).
Robin menjelaskan, ada hal mencurigakan yang tiba-tiba terjadi pada 17 Maret 2022. Malam itu pukul 21.54 ada transaksi besar pada sebuah aset kripto. Transaksi ini membuat harganya naik ke level Rp 17.500 dari sebelumnya Rp 3.000. Kenaikan ini terjadi hanya dalam waktu kurang dari 30 menit. Baginya ini mencurigakan.
“Bagi yang sudah biasa trading tentu tahu hal seperti itu tidaklah wajar. Karena aset kripto itu sudah berhari-hari tak ada pergerakan yang berarti malah cenderung turun namun kemudian naik drastis, yang lebih aneh lagi terjadi di tengah santernya informasi negatif terhadap koin tersebut,” jelas dia.
Robin juga memeriksa kejadian pada waktu-waktu tersebut. Menggunakan data csv token kripto X dari etherscan.io, agar bisa diolah secara leluasa di komputer lokal.
Dia akhirnya mendapatkan beberapa akun yang bertransaksi besar itu. “Bisa dilihat ada akun yang menarik karena melakukan transaksi besar dari dan ke dengan alamat yang sama,” tambahnya.
Selanjutnya dia menduga jika transaksi itu dilakukan dari holder besar kripto X tersebut. Namun ketika diperiksa di daftar holders, alamat 1 ini bahkan tak ada di daftar 50 besar holder koin tersebut.
Dia juga kemudian menemukan alamat lain yang mencurigakan. Hasil penelusurannya, beberapa alamat itu punya aset kripto yang jumlahnya fantastis, yakni mencapai ratusan miliar rupiah. Alamat 1 senilai US$ 5,4 juta setara dengan Rp 78 miliar.
“Alamat 2: memiliki aset 241 + 17 (NFT) senilai $3,701,593 USD atau setara dengan 53 milyar rupiah,” ujarnya.
Sementara alamat ke 3: memiliki 241 + 49 NFT aset digital dengan nilai US$ $8,677,694 senilai Rp 124 miliar.
“Tetapi apakah 3 alamat tersebut adalah fix milik tersangka? Belum tentu bisa jadi itu punya bandar yg memang lagi mainin pasar aja, walaupun aneh bandar beraksi pas tingkat kepercayaan masyarakat pada koin X lagi hancur2nya, uang siapa yg mau dipertaruhkan dg resiko sebesar itu? Untuk itu kita coba cari tahu lebih dalam, kita butuh petunjuk yg lebih jelas lagi, saya yakin salah satu dari 3 alamat tsb adalah milik tersangka atau yg dititipkan tersangka ke orang lain, karena semua 3 alamat tersebut masih aktif bertransaksi sampai saat ini,” ujarnya.
Alamat-alamat tersebut katanya, ada pada exchanger yang berbeda di mana si pemilik akun menaruh asetnya. Dia mengatakan, alamat 1 diduga coinbase, alamat kedua yaitu binance dan ketiga adalah indodax.
(Rik)