Manaberita.com – KEPOLISIAN Republik Indonesia dihantam tiga kasus besar dibawah kepimpinan Kapolri Listyo Sigit Prabowo.
Tiga kasus tersebut adalah dugaan pembunuhan yang dilakukan Irjen Ferdy Sambo terhadap ajudannya Nofriansya Yoshua Hutabarat, tragedi Stadion Kanjuruhan, serta Kapolda Sumatera Barat Teddy Minahasa yang diduga jual sabu barang bukti.
Publik ramai-ramai mengkritik Polri. Presiden Joko Widodo secara langsung mengatakan bahwa kasus pembunuhan berencana yang dilakukan Ferdy Sambo membuat kepercayaan publik terhadap Polri menurun.
“Begitu ada peristiwa FS (Ferdy Sambo), runyam semuanya. Jatuh angka (kepercayaan publik pada Polri menjadi) yang paling rendah,” kata Jokowi di Istana Negara, Jumat (14/10).
Dilansir dari CNN Indonesia, Sementara itu, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat Santoso menyebutkan kasus penjualan barang bukti narkoba yang melibatkan Kapolda itu seolah membuat Polri saat ini sudah tidak bisa diharapkan.
“Kalau itu terjadi maka Polri saat ini sudah benar-benar tidak bisa diharapkan lagi karena sampai Kapolda saja terlibat narkoba,” kata Santoso lewat pesan singkat, Jumat (14/10).
Hampir senada, anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Arteria Dahlan menyebut penangkapan Teddy itu membuat kejadian demi kejadian di tubuh Polri seperti drama tak berkesudahan.
“Kejadian demi kejadian dalam tubuh Polri ini kan seperti drama sinetron yang tidak berkesudahan, meluluhlantakkan kerja keras kami selama 20 tahun, pastinya harus dihentikan,” katanya saat dihubungi.
Sedangkan, terkait Tragedi Kanjuruhan yang terjadi, diketahui aparat kepolisian menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton. Tindakan ini dinyatakan oleh Komnas HAM sebagai faktor utama jatuhnya banyak korban tewas di Kanjuruhan.
“Pemicu dari jatuhnya banyak korban adalah gas air mata, termasuk yang ke tribun,” ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam dalam konferensi pers, Rabu (12/10).
Anam menyebut hal tersebut terkonfirmasi melalui pelbagai temuan Komnas HAM terkait insiden tersebut. Termasuk bukti video krusial milik korban yang meninggal dunia dalam tragedi tersebut.
Anggota Komisi III DPR Taufik Basari ikut mengkritik pernyataan Polri soal penggunaan gas air mata dalam insiden Kanjuruhan. Menurut Tobas, sapaan akrabnya, Polri seharusnya mengakui bahwa gas air mata adalah penyebab tunggal jatuhnya korban jiwa dalam peristiwa itu.
Dia mengaku heran dengan sikap cuci tangan Polri soal penggunaan gas air mata. Padahal menurut dia tak sulit untuk mencari unsur pidana dalam kasus tersebut. Terutama, kata dia, karena penggunaan gas air mata jelas merupakan kesalahan prosedur yang dapat dimintai pertanggungjawaban.
Menurut Tobas, terlepas ada atau tidak aturan FIFA yang melarang penggunaan gas air mata di stadion, personel Polri yang diberi tanggung jawab mengendalikan massa harus memiliki pengetahuan standar tentang efek gas air mata.
(Rik)