MANAberita.com – INDONESIA mengirimkan nota protes kepada Arab Saudi lantaran tidak adanya pemberitahuan terkait persidangan kasus Muhammad Said (MS), WNI terduga pelaku pelecehan seksual terhadap warga negara Libanon saat umrah.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri RI, Judha Nugraha mengatakan Konsulat Jenderal RI di Jeddah tak menerima informasi dari otoritas Saudi mengenai persidangan yang dijalani Said.
“Akses kekonsuleran untuk bertemu MS baru diberikan Otoritas Saudi pada 2 Januari 2023. Namun, atas hal ini, KJRI Jeddah mengirimkan nota protes kepada Kemlu Saudi,” ucap Judha melalui pernyataan pada Minggu (22/1) malam.
Judha mengatakan KJRI Jeddah telah menunjuk pengacara untuk Said untuk mendampingi “langkah hukum yang dapat ditempuh lebih lanjut”.
Polisi Arab Saudi menangkap Said di Mekah lantaran dituduh telah melakukan pelecehan seksual saat umrah pada November 2022 lalu.
Said menjalani proses persidangan tanpa pendampingan hukum yang semestinya. Selama proses hukum berjalan, Judha mengatakan fakta yang terungkap dalam persidangan membuktikan Said melakukan pelecehan seksual.
“Yang bersangkutan terbukti melakukan pelecehan seksual melalui bukti dua saksi mata dan pengakuan langsung dari MS,” ucap Judha.
Tak hanya dari pengakuan dia, hakim mengambil keputusan berdasarkan keterangan korban dan dua petugas keamanan Saudi di Masjidil Haram.
Berdasarkan kesaksian petugas, Muhammad melakukan pelecehan seksual terhadap orang-orang yang tengah tawaf dengan menempelkan badannya ke belakang.
Sementara itu, Juru bicara Konsul Jenderal RI di Jeddah Ajad Sudrajad mengatakan masih mempelajari nota keputusan hukum terhadap Muhammad. Ia menilai pengakuan WNI itu justru memperberat vonis.
“Itu yang memperberat hukum, karena dia mengakui apa yang dituduhkan,” jelas Ajad, Kamis.
Ajad mengungkapkan dalam persidangan, Muhammad sempat membantah tuduhan jaksa dan keterangan saksi. Namun, hakim tak mempertimbangkan itu karena sudah ada pengakuan sebelumnya.
Saudi pun telah memvonis Said bersalah dengan hukuman dua tahun penjara dan denda 50 ribu riyal (Rp200 juta).
(sas)