MANAberita.com – PUTRA Gubernur DKI Jakarta ke-6 Hendrik Hermanus Joel Ngantung alias Henk Ngantung menggugat PT Martina Berto Tbk, produsen kosmetik Sariayu senilai Rp 500 juta di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Mereka ialah Sena Meaya Ngantung, Geniati Heneve Ngantoeng, Kamang Solana, Christie Pricilla Ngantung. Perkara tersebut didaftarkan di Pengadilan Niaga Pusat Jakarta pada 4 Juli dengan nomor perkara 68/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2023/PN Niaga Jkt.Pst
Mengutip laman Pengadilan Negeri Jakarta Pusat via CNN Indonesia, gugatan tersebut diajukan dengan alasan PT Martina Berto telah melanggar hak ekonominya atas pembuatan sketsa/gambar “Tugu Selamat Datang” dengan cara memakainya dalam bentuk bayangan untuk Sari. Mewarnai Ayu Fashion 2018 (tema Jakarta).
Atas pelanggaran tersebut, mereka meminta pengadilan untuk memerintahkan PT Martina Berto mengganti kerugian fisik karena penggunaan sketsa ‘Tugu Selamat Datang’ pada produk Trend Color Sari Ayu 2018 (tema Jakarta) sebesar Rp 1 miliar telah dilunasi. dan segera sesudah gugatan itu menjadi hukum tetap. Mereka juga meminta pengadilan untuk memerintahkan Martina Berto membayar seluruh kerugian immaterial sebesar Rp 500 juta segera setelah putusan menjadi hukum tetap.
“(Juga) Menghukum tergugat menghentikan seluruh proses produksi terhadap Produk Trend Color Sari Ayu Tahun 2018 (Tema Jakarta), berikut produk-produk dan/atau media promosi lainnya yang memuat gambar siluet Tugu Selamat Datang,” kata mereka seperti dikutip dari berkas permohonan gugatan.
Selain tuntutan itu, mereka juga minta pengadilan segera memerintahkan Martina Berto menarik seluruh produk yang memuat gambar siluet Tugu Selamat Datang, baik yang beredar secara nasional maupun internasional.
“(Juga) Menghukum tergugat untuk menyerahkan persediaan produk-produk yang memuat gambar siluet Tugu Selamat Datang yang tersisa, termasuk setiap kemasan produk yang ada, untuk kemudian dialihkan kepada penggugat untuk keperluan penghancuran,” kata mereka.
Jika Martina Berto tak melaksanakan putusan, mereka meminta pengadilan menghukum perusahaan itu dengan uang paksa alias dwangsom sebesar Rp5 juta per hari.
(sas)