MANAberita.com – FORUM Bela Budaya Adat Tradisi Daerah Istimewa Yogyakarta melaporkan Indira Ratnasari alias Nena Ghoib mengenai acaranya yang sempat menghebohkan dunia maya yaitu pernikahan anjing yang menggunakan adat Jawa.
Laporan itu dibuat di SPKT Mapolda DIY dengan nomor Reg/0314/VII/2023/DIY/SPKT tanggal 25 Juni 2023.
Pihak terlapor dalam perkara tersebut ialah dua pemilik anjing yakni Indira Ratnasari alias Nena Ghoib dan Valentino Chandra, serta event organizer (EO) penyelenggara pernikahan bertajuk ‘The Royal Wedding Jojo dan Luna’.
Mengutip CNN Indonesia, Ketua Umum Forum Bela Budaya Adat Tradisi Daerah Istimewa Yogyakarta Gede Mahesa mengatakan, pelaporan didasari rasa kekecewaan dan sakit hati karena melibatkan adat Jawa dalam pernikahan dua anjing bernama Jojo dan Luna di kawasan Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara,beberapa waktu lalu.
“Kita melapor untuk tindak lanjut agar objek tentang penistaan budaya ini itu ditindak secara hukum. Penjeratannya sementara di Undang-undang ITE. Ini juga mesti hati-hati kepada yang menyebarkan atau memperbanyak unggahan ini (konten terkait),” kata Gede di Mapolda DIY, Sleman, Selasa (25/7).
Dia mengatakan meskipun Nena Ghoib sudah meminta maaf secara terbuka terkait pernikahan anjing memakai adat jawa, namun proses hukum harus tetap dilakukan karena melecehkan budaya. Apalagi, sambungnya, kemudian tersebar luas lewat media sosial.
“Ini menyedihkan bangsa kita, bayangkan kalau orang asing melihat prosesi tersebut (melalui medsos), itu interpretasinya bisa beda. Jadi ini harus cepat ditindak,” katanya yang juga menunjukkan surat laporan yang diterima di Polda DIY itu.
Permintaan maaf, kata Sudarwanto, tidak cukup. Pihaknya menuntut unggahan terkait diturunkan atau dihapus, kemudian pemiliknya melakukan ritual ruwat sengkolo yang dimaksudkan untuk membuang aura negatif dan membersihkan diri.
Anggota Forum Bela Budaya Adat Tradisi Daerah Istimewa Yogyakarta dari bidang kebudayaan, Tito Pangesti Adji menambahkan pihaknya tak ambil pusing soal menikahkan dua anjing. Tapi, lain halnya ketika sudah melibatkan budaya Jawa di dalam prosesnya.
“Kalau secara visual, simbolnya itu hanya nampak pada seperangkat busana adat yang dipakai laki-perempuan, kemudian pranata adicara, MC, iring-iringan itu kan hampir sama persis paes ageng yang ada di Ngayogyakarta Hadiningrat,” ujar Tito.
(sas)