Manaberita.com – Yasonna Laoly Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, mengatakan sampai saat ini belum ada eksil politik korban pelanggaran HAM berat masa lalu yang mengajukan permohonan pindah kewarganegaraan.
“Sampai sekarang belum ada yang mengajukan,” ujar Yasonna saat pertemuan dengan para warga eksil di KBRI Den Haag, Belanda, Minggu (27/8), yang turut dihadiri Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD.
Walaupun begitu, Yasonna mengatakan pemerintah akan memberikan penanganan atau treatment khusus, seperti visa dan izin tinggal kepada para eksil.
“Kemarin malam Bu Ning [Sri Budiharti, eksil eks WNI yang kini tinggal di Jerman] mengajukan permohonan visa untuk Indonesia, langsung pagi ini tadi secara simbolis kami sudah menyerahkan visa multiple entry, kunjungan beberapa kali lima tahun,” kata Yasonna dikutip dari CNN Indonesia.
“Saya sebagai menteri, kalau bapak-ibu ingin kembali ke Indonesia apakah sementara [waktu], apakah mau beberapa waktu, apakah lima-enam tahun, kami akan memberikan fasilitas keimigrasian kepada bapak-ibu dengan PNBP 0, artinya tidak perlu bayar. Biar negara yang tanggung itu,” ucap Yasonna.
Lebih lanjut, Yasonna berujar pemerintah juga bisa mengeluarkan Izin Tinggal Terbatas atau ITAS kepada para eksil yang berada di luar negeri. Fasilitas tersebut juga diberikan secara gratis.
“Bisa ditingkatkan menjadi izin sementara, ITAS. Nanti kalau sudah berwaktu-waktu di sana, mohonkan KITAS, bisa kita berikan PNBP 0, gratis, saya sudah menyurati menteri keuangan dan ini sudah bisa kita lakukan,” ucap Yasonna.
Pernyataan ini terlontar setelah Presiden Joko Widodo menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat.
Dalam inpres itu, Jokowi memerintahkan 19 pihak, termasuk 16 menteri dan jaksa agung, untuk memenuhi hak korban atau ahli warisnya dan korban terdampak dari peristiwa pelanggaran HAM yang berat.
Pertemuan Mahfud dan Yasonna bersama para eksil di Belanda tersebut dalam rangka penyelesaian pelanggaran HAM berat secara non-yudisial.
(Rik)