MANAberita.com — DI Garut, Jawa Barat. Beberapa hari ini tersebar kasus dugaan penganiayaan yang menimpa marbot masjid. Informasi ini menyebar luas dan bahkan sampai diviralkan beberapa orang di media sosial. Bumbu-bumbu menyeramkan juga ditambahkan. Bahkan, ada sekelompok orang yang membentuk Satgas pengamanan.
Polda Jabar yang mendapatkan informasi dugaan penganiayaan marbot masjid bernama Uyu Ruhyana (sebelumnya ditulis Yuyu) itu lalu bergerak ke Garut melakukan penyelidikan.
Menurut Kapolda Jabar Irjen Agung Budi Maryoto dalam keterangannya, Rabu (28/2), Uyu mengaku dianiaya jelang subuh pukul 04.20 WIB. Uyu adalah marbot Masjid Besar Al Istiqomah, Pamengpeuk, Garut.
Uyu mengaku dibacokUyu ditemukan Haji Agus dan Istrinya Hj Dedeh tergolek di dalam masjid dengan baju robek dan tangan terikat. Agus dan Dedeh lalu memanggil warga lainnya, Sedang Uyu dibawa ke Puskesmas. Informasi penganiayaan Uyu lalu menyebar luas.
Pihak kepolisian lalu datang ke lokasi, Kapolres Garut bersama Timsus Ditkrimum Polda Jabar tiba di lokasi kejadian dan langsung memimpin kegiatan pra rekonstruksi di TKP. Hasilnya olah TKP dan pemeriksaan saksi cukup mencengangkan.
“Tidak ditemukan adanya luka sedikit pun pada tubuh sebagaimana pengakuan korban dibacok oleh pelaku sebanyak lima orang,” beber Agung.
Sedang menurut Dirkrimum Polda Jabar Kombes Umar S Fana, ternyata jelang subuh itu, tidak ditemukan adanya jejak orang di sekitar masjid.
“Tidak ada saksi yang melihat langsung kejadian tersebut. Di lokasi tersebut tidak ditemukan jejak adanya kendaraan baik roda empat maupun roda dua,” tutur Umar.
Yang lebih mencurigakan lagi, pada baju Uyu, ditemukan robekan bukan dengan senjata tajam, tetapi seperti disengaja. Uyu mengaku dibacok.
“Setelah ditampilkan bukti-bukti, Uyu mengaku perstiwa tersebut merupakan rekayasa. Adapun motifnya adalah masalah ekonomi di mana korban selaku marbot masjid tidak ada yang memperhatikan. Dari fakta-fakta di atas kesimpulan sementara, bahwa kejadian tersebut adalah rekayasa korban yang meminta diperhatikan sisi ekonominya dengan penghasilan Rp 150.000, (seratus lima puluh ribu rupiah) per bulan. Sedangkan motif yang lain atau aktor intelektualnya masih didalami oleh penyidik,” tutup Umar. (Dil)