MANAberita.com – MUDIK merupakan momen yang paling ditunggu-tunggu masyarakat Indonesia ketika menjelang Hari Raya Idul Fitri. Karena mudik menjadi kesempatan untuk mereka agar bisa berkumpul bersama dan menghabiskan liburan dengan keluarga tercinta, terutama bagi para perantau.
Istilah mudik sendiri berasal dari kata “udik” yang artinya selatan atau hulu. Dulu, Jakarta memiliki wilayah yang bernama Meruya Udik, Meruya Ilir, Sukabumi Udik, Sukabumi Ilir, dan sebagainya. Saat Jakarta masih bernama Batavia, suplai hasil bumi kota Batavia diambil dari wilayah tembok kota selatan. Petani dan pedagang hasil bumi membawa dagangannya melalui jalur sungai. Itulah mengapa muncul istilah milir-mudik yang berarti bolak-balik.
Sama halnya dengan Tunjangan Hari Raya (THR), mudik di Indonesia sudah menjadi budaya yang melegenda. Bedanya, THR hanya muncul saat menjelang hari raya, sedangkan mudik bisa kapan saja dilakukan ketika seseorang rindu kampung halaman.
Berikut fakta menarik berkaitan dengan mudik:
Istilah Mudik Sudah Ada Sebelum Kerajaan Majapahit Berdiri
Ada yang mengatakan jika mudik merupakan tradisi masyarakat petani Jawa yang sudah ada bahkan sebelum Kerajaan Majapahit berdiri. Tujuan pulang kampung saat itu adalah untuk membersihkan pemakaman dan melakukan doa bersama kepada dewa di khayangan agar diberi keselamatan untuk kampung halamannya. Dan kegiatan ini rutin dilakukan dalam setahun sekali.
Mudik Sudah Ada Sejak Zaman Nenek Moyang
Beberapa ahli mengatakan jika tradisi mudik sudah ada sejak zaman nenek moyang. Mereka beranggapan bahwa masyarakat Indonesia merupakan keturunan Melanesia yang berasal dari Yunan, Cina. Orang-orang Yunan dikenal sebagai kaum pengembara yang menyebar ke berbagai tempat untuk mencari sumber penghidupan. Pada bulan-bulan yang dianggap baik, mereka akan mengunjungi keluarga di daerah asalnya.
Istilah Mudik dalam Bahasa Arab
Kata mudik disamakan dengan Istilah “badui” lawan kata “hadhory” dalam bahasa Arab yang artinya juga kembali ke kampung halaman. Ada tiga kata dalam bahasa Arab yang menggambarkan tentang mudik.
Pertama, mudik berasal dari kata “adhoo-a” yang artinya memberikan cahaya atau menerangi. Para pemudik secara khusus memberikan ‘cahaya’ atau menerangi kampung-kampung halaman mereka.
Kedua, mudik berasal dari kata “adhoo-‘a” yang berarti menghilangkan. Para pemudik adalah orang-orang perantauan yang penuh dengan beban rindu dan kesedihan karena jauh dari orang-orang tersayang dan kampung halaman. Mudik inilah yang nantinya akan ‘menghilangkan’ semua kepiluan.
Mudik Identik dengan Lebaran
Mudik identik dengan lebaran dikaitkan dengan sejarah nenek moyang yang masih melakukan upacara-upacara yang dilakukan bersama-sama. Seperti ziarah kubur, mandi bersama (bersih badan), pantang dan puasa, makan bersama (kenduri). Dan biasanya ritual ini dilakukan di tempat-tempat umum. Setelah Islam datang, maka tradisi nenek moyang di atas tidak bisa langsung dihilangkan begitu saja. Suatu kelompok pasti merasa ada yang kurang jika tidak melakukan upacara-upacara tersebut. Tak heran jika menjelang lebaran banyak orang-orang yang masih ziarah kubur, membagikan makanan kepada saudara dan tetangga, dan lain-lain. (nad)