Manaberita.com – KPK kembali memeriksa Eks Mantan Dirjen Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin terkait penyelidikan kasus korupsi izin usaha pertambangan (IUP) di Kementerian ESDM.
Berdasarkan pantauan, pukul 08.48 WIB, Ridwan sudah tiba di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Ia terlihat mengenakan kemeja putih dan celana putih.
“Nanti kita tanya mereka aja ya,” kata Ridwan.
Sementara itu, Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri menyebutkan pemeriksaan terkait penyelidikan. Diketahui, KPK sedang menyelidiki korupsi Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kementerian ESDM.
“Permintaan keterangan penyelidikan,” kata Ali.
Ridwan langsung masuk ke dalam gedung. Lalu naik ke lantas atas untuk dilakukan pemeriksaan.
Ridwan sebelumnya sudah diperiksa pada Rabu (10/5). Dia membantah menerima ikut menerima uang korupsi tukin ASN di Kementerian ESDM.
“Nggak, nggak. Ngaco lu,” ujar Ridwan dikutip dari detikcom.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan pihaknya tengah menyelidiki terkait korupsi Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kementerian Energi, Sumber Daya dan Mineral (ESDM). Dia juga memastikan akan menuntaskan seluruh perkara.
“KPK ingin menyampaikan bahwa KPK memang telah melakukan penyelidikan terkait dengan perizinan IUP,” kata Firli di gedung Merah Putih KPK, Kamis (15/6).
Namun Firli tidak merinci terkait kasus tersebut. Dia pun menyerahkan penyelidikan kepada tim KPK yang bekerja.
Kasus Korupsi Tukin di Kementerian ESDM
Diketahui, KPK telah menetapkan 10 tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemotongan tunjangan kinerja (tukin) di Kementerian ESDM. Para tersangka itu diduga melakukan manipulasi dana sehingga terjadi kerugian negara mencapai Rp 27 miliar.
Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan Kementerian ESDM merealisasikan tukin sebesar Rp 221 miliar selama 2020-2022. Selama periode itu, para tersangka diduga melakukan manipulasi dan menerima pembayaran tukin yang tidak sesuai.
Dalam proses pengajuan anggaran, para tersangka itu diduga tidak menyertai data dan dokumen pendukung. Alhasil, dari tukin yang seharusnya dibayarkan sekitar Rp 1,3 miliar menjadi sekitar Rp 29 miliar.
“Bahwa dalam proses pengajuan anggarannya, diduga tidak disertai dengan data dan dokumen pendukung, serta melakukan manipulasi. Sehingga dari jumlah tunjangan kinerja yang seharusnya dibayarkan sebesar Rp 1.399.928.153, namun, pada faktanya yang dibayarkan sebesar Rp 29.003.205.373. Akibat perbuatan tersebut oleh para tersangka telah terjadi selisih atau kelebihan sebesar Rp 27.603.277.720. Dan ini menimbulkan kerugian negara,” tuturnya.
Sembilan dari 10 tersangka tersebut langsung ditahan KPK. Para tersangka itu pun disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun 10 orang tersangka tersebut adalah:
1. Priyo Andi Gularso, Subbagian Perbendaharaan/PPSPM
2. Novian Hari Subagio, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
3. Lernhard Febrian Sirait, staf PPK
4. Abdullah, Bendahara Pengeluaran
5. Christa Handayani Pangaribowo, Bendahara Pengeluaran
6. Rokhmat Annashikhah, staf PPK
7. Beni Arianto, Operator SPM
8. Hendi, bagian Penguji Tagihan
9. Haryat Prasetyo, bagian PPABP
10. Maria Febri Valentine, Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi
(Rik)