MANAberita.com – KEMARIN, saat sholat tarawih di masjid dekat rumah, ketika imam mengucapkan salam, seorang ibu, sebutlah ia orang yang disegani karena ilmu agamanya yang bagus, dia tidak tenang sekali, sempat beberapa kali pindah sajadah karena merasa terganggu dengan anak-anak yang berlarian, tertawa cekakak-cekikik, berisik saat imam membaca surat, kemudian duduk diam saat sudah rakaat terakhir.
Biasa.. namanya juga anak-anak. Namun, ibu itu tidak bisa memaklumi, habis salam ia berdiri lalu menghampiri anak laki-laki yang sedang duduk di shafnya laki-laki, sambil ditunjuk-tunjuk anak itu, melarangnya membuat keributan.
Saya geleng-geleng kepala saja. Beribadah tapi kok marah-marah. Saya pribadi tidak merasa terganggu, kenapa harus terganggu ketika mendengar betapa riangnya anak-anak tertawa. bahkan sekelas Muhammad Al Fatih, Penakluk Konstantinopel pernah berkata: “Jika kalian tidak lagi mendengar riang tawa dan gelak bahagia anak-anak di masjid-masjid. Waspadalah. Saat itu kalian dalam bahaya,”
Naudzubillah, kenapa harus dalam bahaya? Mungkinkah terputus rahmat Allah ketika menghardik anak-anak?
Ya jelas, bagaimana tidak. Rasulullah SAW bahkan pernah rela sujud dengan lamanya ketika sholat karena menunggu salah satu cucunya, Hasan atau Husein berhenti bermain di punggungnya. Bahkan Rasulullah juga pernah memperpendek bacaan sholatnya, karena mendengar tangisan anak, saat ibunya sedang sholat.
Namun, yang terjadi hari ini ada saja yang menganggap anak-anak adalah penganggu kekhusyukan beribadah, kemudian menegur dengan kasar sampai melotot dan menunjuk-nunjuknya, sedangkan Rasulullah SAW bersabda, : “Segala sesuatunya yang dibarengi kelembutan niscaya membuatnya menjadi lebih cantik dan indah. Jika kelembutan terenggut, segalanya akan menjadi rusak dan jelek.” (HR.Muslim).
Bukankah kita seharusnya menjadi senang saat anak kita melompat-lompat kegirangan hendak diajak ke masjid? Karena dengan begitu, bisa saja saat dewasa nanti itulah yang akan menjadi bentuk cintanya terhadap masjid. Sesuai pengalaman kita sendiri juga saat masih kecil, bukankah hampir setiap orang tua seringkali berpesan kepada anaknya, “Masjid tempat bagi orang beribadah, jadi ikut beribadah dan sopan,”
Hanya saja fitrah anak adalah bermain. Ketika orang tua malah menegurnya dengan lototan mata yang kejam, anak-anak yang daya ingatnya masih tajam akan ingat sampai tuanya, “Ibu ini yang marah-marah, bapak itu yang mengusirku dari masjid,”
Berkecil hatinya dia, sehingga esok lusa dia enggan ke masjid dengan alasannya, “Nanti ada bapak atau ibu itu, kena usir lagi,”
Tidak perlu sedemikian pedasnya berkata-kata kepada anak-anak. Ingat saja masa kecil kita juga seperti itu, bahkan mungkin lebih parah lagi. Kita tidak usah khawatir lagi hingga naik tensi darah ketika anak-anak kita bermain di masjid, namun beri pemahaman, seperti sempat saya katakan pada ponakan saya yang rewel bertanya ini sudah rakaat berapa, terus mondar-mandir mengulangi wudhunya, saya tegur, “Kia, waktu sholat jarak antara Zakia sama sebelahnya harus rapat, karena kalau tidak rapat nanti ada setan yang menganggu sholat kita. Juga, kalau Zakia duduk atau keluar dari shaf terus shafnya kosong, itu juga bisa membatalkan pahala berjamaah kita,” sesegaranya dia rapatkan badan disamping saya, juga besoknya dia mundur ke belakang dan duduk tenang di shafnya.
Hari ini, hal yang perlu kita khawatirkan, hal yang seharusnya mendapat teguran adalah remaja, tentu juga tidak dengan teguran yang kasar dan melotot. Saya justru ingin marah sekali, ketika tidak hanya satu atau dua remaja yang setelah dua rakaat sholat, kemudian dua rakaatnya dia istirahat. Macam penyakit tua saja, cepat sekali lelah. Rasanya geram mau bilang, “Eh sayang, udah pada akil baligh, kok gak paham juga kalau sekarang sudah ngumpulin dosa sendiri-sendiri, bukan ke orang tua lagi,”
Mending kalau duduk tidak solat itu sambil berzikir, ini sambil buka Instagram, bikin instastory, pose pakai mukenah. Huh, ngelus dada. Hari ini, orang tua seharusnya tidak lagi memberi wejangan kepada anak bungsunya, tapi malah harusnya memberi nasehat kepada anaknya yang sulung, “Kakak, kan udah besar. Mama gak mau lagi loh nanggung dosa kamu, jadi ke masjid handphone gak usah dibawa ya! Sholat dulu yang khusyuk, ntar kalau dirumah kan bisa sambung lagi pegang HP nya. Juga, kalau temanmu selfie pas sholat, bukan ikut-ikutan, tapi ajak sholat dulu. Kalau dia gak mau pun, satu kebaikannya balik ke kamu kok, sayang,”
Demikian, apapun yang kita lakukan hari ini. Jika baik, maka besok lusa akan kita tuai hasilnya, sedangkan buruk, bahkan sedetik kemudian dapat kita sesali.
(Maya Citra Rosa)
#UIN Raden Fatah Palembang