MANAberita.com — KADANG aku bertanya untuk apa kita dipertemukan meskipun akhirnya kembali terpisah? Untuk apa pernah sedekat urat nadi jika akhirnya sejauh matahari?
Aku masih mengingatmu, sebagai orang bodoh yang pernah meninggalkanku. Kejam memang, tapi itulah kenyataannya. Karena kamu, aku berani merajut mimpi yang indah dan menyenangkan.
Masih hafal betul ketika kamu menceritakan bagaimana cantiknya aku jika mengenakan gaun pengantin dan berjalan beriringan bersamamu. Seperti Cinderella, ujarmu kala itu. Ketika kamu memperkenalkanku pada keluargamu.
Tapi perlahan kamu bersikap dingin dan enggan menganggapku, sekedar membalas pesan singkatku saja merupakan hal yang membosankan menurutmu. Maaf jika waktu itu aku tak paham dengan cuekmu yang menyuruhku untuk mundur.
Sampai tiba saatnya ketika kamu menunjukan padaku seorang wanita yang belakangan ini membuat hari-harimu lebih menyenangkan serta berwarna, dan itu bukan karenaku.
Terhanyut dalam diam ketika airmata sudah tidak mampu untuk menangisimu. Aku patah dan berkeping-keping. Hingga kini, dendam tersebut tetap ada.
Meskipun kamu kembali merengek padaku dan meminta kesempatan sekali lagi untuk memperbaiki semuanya, aku tidak peduli. Kumaafkan, tapi tidak akan kulupakan. Kufikir untuk apa memperbaiki sebuah cermin yang telah hancur lebur? Bentuknya juga tidak bisa kembali utuh.
Kamu pergi sesuka hati dan meminta kembali tanpa berfikir lagi. Maaf karena aku tidak bisa melupakan kejadian itu. Kamu menghancurkan segalanya, termasuk rasa percayaku. (Dil)