Jangan Memaki, Ini Cara Tepat Berkomunikasi dengan Anak yang Salah

Foto hanga ilsutrasi

Foto hanga ilsutrasi

MANAberita.com – SEBAGAI orangtua, dalam mendidik anak ada kalanya tanpa sadar melakukan tindakan atau mengucapkan kata-kata yang bisa menyakiti hati anak dan bahkan mengganggu kesehatan mentalnya.

Apalagi, saat anak melakukan kesalahan. Orangtua sering menunjukan rasa amarahnya dengan ucapan dan tindakan yang kurang baik bagi anak.

Padahal, ucapan yang jahat dengan konotasi buruk bagi anak dapat membuat anak memiliki persepsi atau konsep diri sesuai dengan apa yang diucapkan.

Bahkan, juga akan memiliki persepsi yang buruk pada orangtua.

Memang, terkadang sulit untuk mengendalikan emosi saat melihat anak melakukan sebuah kesalahan.

Apalagi, jika sudah sangat kesal.

Namun, jika pun harus menegur sampai memarahinya, lakukanlah hal tersebut dengan kasih sayang.

Lalu, bagaimana caranya?

Baca Juga:
Wow! Kebiasaan Sepele ini Ternyata Bisa Bikin Badan Kamu Menggemuk Secara Cepat

Memarahi anak bukan berarti kita memaki atau merendahkan harga diri anak.

Sebab, anak juga memiliki perasaan, yang mungkin dapat terluka jika dihujani ucapan yang negatif, terlebih terlontar dari mulut orangtuanya sendiri, apalagi seorang ibu.

Jika memang terpaksa memarahi anak, cobalah untuk fokus pada kesalahan yang dibuat oleh anak dengan memberikan teguran dan pengertian dengan kasih sayang.

Bukan dengan memaki dengan segala ucapan yang tak ada hubungannya dengan kesalahan yang dilakukan anak.

“Sebaiknya fokus, ya, terhadap kesalahan apa yang dilakukan anak. Misalnya, orangtua marah karena anaknya main terus. Biasanya akan dimarahi, kamu nih main terus, kamu nih males, kamu nih bodoh, dan sebagainya. Itu enggak bener. Kan bisa dengan teguran yang memberi pengertian seperti, kamu kan udah main dari tadi, yuk kita melakukan hal lain, gitu,” ujar Ajeng Raviando, M.Psi., Psikolog Anak dari Universitas Indonesia

Baca Juga:
Hidung Bocah Ini Seperti Bersiul, Saat Diperiksa Dokter Temukan Benda Ini

Dalam memberikan pengertian, orangtua juga harus paham tahapan tumbuh kembang anak.

Kenapa?

Karena cara komunikasi dengan anak sangat tergantung dengan fase tumbuh kembangnya.

Hal ini untuk menghindari kesalahan komunikasi dalam memberikan teguran pada anak.

“Jadi, misalnya anak lima tahun diomelin sama orangtua, tapi ngomelinnya kayak anak umur 10 tahun atau 18 tahun. Ya, kan anaknya enggak ngerti. Nah, itu bisa jadi karena ibunya tidak paham tahap tumbuh kembang anaknya sudah sampai mana, kan kasian anaknya,” jelas Ajeng.

Baca Juga:
Ingin Punya Anak Kembar? Perhatikan 5 Faktor ini, Termasuk Karena Makan Steak!

Selain itu, menurut Ajeng, orangtua juga harus memiliki level kemarahan.

Level kemarahan ini digunakan untuk memberi batas bagi para orangtua terlebih ibu dalam meluapkan amarahnya pada kesalahan yang dibuat oleh anak.

“Misalnya, anak enggak membersihkan kamar, tapi kita marahinnya kayak anak bolos sekolah. Beda kan, ya, levelnya. Jadi, semua levelnya itu jangan disamakan.

Semua masalah levelnya level sepuluh, padahal sebenarnya level dua aja bisa, lagipula buat apa harus marah sampai berapi-api di level sepuluh terus?,” ungkap Ajeng.

“Nanti jadi percuma soalnya, anak juga jadi enggak paham, yang dia tahu nanti adalah apapun yang dia lakukan, orangtua akan marah sampai level sepuluh.

Baca Juga:
Sttt… Inilah Penyebab Hubungan Seks Terasa Menyakitkan

Jadi, akhirnya dia enggak takut dengan orangtuanya karena udah ketebak marahnya akan seperti itu. Lama-lama terbiasa, kan,” tambahnya.

Memang yang namanya teguran itu tetap harus diberikan jika anak melakukan kesalahan.

Namun perhatikan juga bagaimana cara mengomunikasikan apa yang kamu harapkan dilakukan oleh anak.

Lakukanlah dengan rasa kasih sayang dan bukan amarah yang meledak. Ingat, si kecil juga punya perasaan yang sama seperti kita, lo. (Alz)

(Sumber: Nova)

Komentar

Terbaru