Manaberita.com – MEILIANA seorang ibu di Medan mendapatkan vonis penjara 18 bulan dari Pengadilan Tinggi Sumatera Utara atas pasal penistaan terhadap agama lantaran mengeluhkan volume suara azan yang dianggapnya terlalu keras, pada 22 Agustus 2018.
Kasus tersebut sebenarnya terjadi pada 2016. Saat itu, ia meminta pengurus Masjid di sekitar tempat tinggalnya untuk mengecilkan volume pengeras suara karena Ia mengaku merasa terganggu dengan intensitas suaranya.
Melansir dari Merdeka.com, Pernyataan Meiliana itu ternyata memicu kemarahan warga dan menyulut kerusuhan yang menyebabkan sekelompok orang membakar serta merusak vihara dan klenteng di Tanjung Balai.
MUI Sumatera Utara kemudian mengeluarkan pernyataan yang mengatakan Meiliana telah melakukan penistaan agama.
Kasus ini memasuki ranah hukum setelah jaksa menetapkan Meiliana sebagai tersangka penistaan agama pada 30 Mei 2018 dan mendakwanya dengan Pasal 156 dan 156a KUHP tentang penistaan agama.
Pada akhir persidangan, majelis hakim sependapat dengan dakwaan jaksa dan menjatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara kepada Meiliana sesuai tuntutan jaksa.
Apa yang menimpa Meiliana tak hanya menjadi sorotan di dalam negeri, namun juga menarik perhatian media internasional.
Sejumlah media, kantor berita, dan surat kabar, seperti Al Jazeera dari Qatar, Sky News dan The Independent dari Inggris, Deutsche-Welle dari Jerman, Newsweek dari Amerika Serikat, ABC News Australia, The Strait Times Singapura, dan NDTV India beramai-ramai memberitakan kasus tersebut.
The Independent misalnya, mengutip pernyataan Usman Hamid, direktur eksekutif Amnesty International Indonesia, menyerukan Pengadilan Tinggi Sumatra Utara untuk membatalkan vonis terhadap Meiliana tersebut.
“Mengajukan keluhan tentang kebisingan bukanlah pelanggaran pidana. Keputusan yang menggelikan ini merupakan pelanggaran mencolok dari kebebasan berekspresi,” kata Usman seperti dikutip The Independent, Kamis 23 Agustus 2018 dalam artikel berjudul “Woman who complained about noisy mosque jailed for blasphemy”.
Ketika seorang warga minoritas di Indonesia, seperti Meiliana, dipenjara lantaran mengeluhkan volume suara adzan, di sejumlah negara muslim lain pemerintah bersama ulama mewajibkan pengurus masjid menghargai ketenangan umum.
Berikut, aturan volume toa masjid di 7 negara muslim, termasuk Indonesia, seperti yang dikutip dari Merdeka.com via Liputan6.com, Kamis (23/8).
- Arab Saudi
Sejak 2015 silam Kementerian Agama Islam di Arab Saudi melarang masjid menggunakan pengeras suara di bagian luar, kecuali untuk azan, salat Jumat, salat Idul Fitri dan Idul Adha, serta salat minta hujan.
Kebijakan ini diambil menyusul maraknya keluhan warga ihwal volume pengeras suara yang terlalu besar. Arab News melaporkan, tahun lalu masjid-masjid diperintahkan mencabut toa dari menara.
- Mesir
Keputusan pemerintah Mesir melarang pengeras suara masjid digunakan untuk selain azan juga didukung oleh Universitas al-Azhar.
Larangan ini terutama mulai diawasi sejak bulan Ramadan 2018 lalu. Al-Azhar mengatakan, pengeras suara bisa mengganggu pasien di rumah sakit atau manula dan oleh karenanya, bertentangan dengan ajaran Islam.
- Bahrain
Belum lama ini Kementerian Agama Islam di Bahrain memperpanjang larangan penggunaan pengeras suara di masjid selain untuk azan.
Lantaran banyak keluhan, pemerintah juga meminta masjid menurunkan volume pengeras suara.
“Islam adalah soal toleransi, bukan mempersulit kehidupan orang lain dengan mengganggu lewat pengeras suara,” kata Abdallah al-Moaily, seorang pejabat lokal kepada GulfInsider.
- Malaysia
Di Malaysia, aturan ihwal pengeras suara masjid bergantung pada negara bagian masing-masing.
Penang, Perlis dan Selangor termasuk negara bagian yang melarang pengeras suara digunakan selain untuk azan.
Dalam fatwanya, mufti Perlis, Datuk Asri Zainul Abidin, menegaskan larangan tersebut sudah sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad untuk tidak mengganggu ketertiban umum.
- Uni Emirat Arab
Pemerintah setempat tidak menerbitkan ketentuan khusus mengenai pengeras suara masjid. Namun, penduduk didorong untuk menyampaikan keluhan jika volume pengeras suara terlalu tinggi.
Uni Emirat Arab menggariskan suara azan tidak boleh melebihi batas 85 desibel di kawasan pemukiman agar tidak mengganggu aktivitas warga setempat.
- India
Pemerintah mengawasi penggunaan pengeras suara yang tak berizin di masjid-masjid.
Aturan nasional antara lain membatasi volume pengeras suara di ruang publik menjadi maksimal 10 desibel di atas volume derau di sekitar atau 5dB di atas volume bunyi-bunyian di ruang pribadi.
Aturan yang juga didukung ulama Islam India ini diterbitkan untuk menjamin ketertiban umum.
- Indonesia
Kementerian Agama RI tidak membatasi volume pengeras suara masjid, melainkan hanya mengatur penggunaan toa untuk keperluan ibadah.
Dalam instruksi Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag RI, masjid diperkenankan menggunakan pengeras suara untuk adzan dan pembacaan ayat Alquran maksimal 15 menit sebelum waktu salat.
Selama salat masjid hanya boleh menggunakan pengeras suara di bagian dalam.
[Rik]