MANAberita.com – HANDI Saputra yang merupakan salah satu korban kecelakaan di Nagreg, Jawa Barat, masih hidup saat dibuang ke Sungai Serayu, Jawa Tengah. Terdakwa Kolonel Priyanto pun berdalih korban sudah meninggal.
Hal tersebut terungkap usai dokter forensik yang melakukan autopsi terhadap jenazah Handi, M Zainuri, dalam persidangan lanjutan kasus dugaan pembunuhan berencana, dengan terdakwa Kolonel Infanteri Priyanto, di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Kamis (31/3).
Melansir CNN Indonesia, Zainuri awalnya mengungkap kondisi jenazah Handi usai autopsi pada 13 Desember 2021, atau beberapa hari setelah jenazah ditemukan di aliran Sungai Serayu. Zainuri mengaku menemukan benda-benda air di dalam saluran napas Handi.
“Setelah kita buka rongga dada, itu tampak pada saluran nafas itu ada benda-benda air semacam lumpur, di saluran nafas, di rongga dada ditemukan cairan,” ungkapnya.
Cairan yang ditemukan berwarna merah kehitaman. Selain itu, juga ditemukan pasir halus di dalam paru-paru Handi.
“Apa maksudnya kalau dalam paru-paru itu ada pasir halus?” tanya Ketua Majelis Hakim.
“Artinya ada air sungai yang dari asal tempat ditemukan itu yang masuk ke dalam rongga dada, ke dalam paru-paru, ke dalam saluran nafas bagian bawah,” jawab Zainuri.
“Air sungai yang masuk dengan pasir halus ke rongga dada?” tanya Hakim lagi.
“Iya ke dalam paru-paru,” jawab Zainuri.
Dengan temuan itu, Hakim lalu bertanya soal kondisi Handi ketika dibuang ke sungai.
“Artinya apakah pada saat korban ini jatuh ke dalam sungai itu apakah masih bernafas? Ada pasir dalam paru-paru?” tanya Hakim.
“Nggih, masih bernafas. Masih hidup,” timpal Zainuri.
Zainuri juga mengatakan Handi dalam keadaan tidak sadar ketika dibuang ke sungai. Hal itu berdasarkan temuan air yang hanya ada di dalam paru-paru.
“Ketika orang sadar masuk ke dalam air meninggal, itu nanti paru-paru dan lambung akan terisi air,” kata Zainuri.
Tak Bisa Memastikan
Dalam sidang yang sama, Kolonel Infanteri Priyanto mengaku tidak tahu pasti soal kondisi Handi saat membuangnya ke sungai.
“Saya mengangkat mayat dalam keadaan kaku, kakinya menekuk. Saya buang dalam keadaan kaki menekuk, karena sudah kaku. Apakah itu bisa dinyatakan dia bisa meninggal atau tidak?” tanya Priyanto kepada Zainuri.
“Saya tidak bisa memastikan,” jawab sang dokter forensik.
“Termasuk tadi Pak Dokter menyampaikan ada air dan darah 500 cc. Tidak bisa dibedakan airnya berapa cc dan darah berapa cc?” tanya Priyanto lagi.
“Tidak bisa dibedakan,” ucap zainuri.
Priyanto pun mengakhiri pertanyaannya, ia mengaku mengajukan pertanyaan itu karena merasa sebagai orang awam.
“Saya hanya menanyakan itu. Jadi memang saya orang awam, tidak tahu, saya temukan, kemudian saya buang sudah dalam keadaan kaku. Ya pikiran saya [Handi] sudah meninggal. Demikian Pak, terima kasih, Yang Mulia,” katanya.
Dalam perkara ini, Kolonel Infanteri Priyanto didakwa dengan Pasal 340 KUHP, Pasal 338 KUHP, Pasal 333 KUHP, dan Pasal 181 KUHP.
Keterangan sejumlah saksi dalam persidangan sebelumnya mengungkapkan Priyanto sebagai pelaku dominan dalam kasus itu. Sopir Kolonel Priyanto, Kopda Andreas Dwi Atmoko, mengungkapkan atasannya menolak membawa Handi dan Salsabila ke Puskesmas usai terlibat kecelakaan.
Di bawah kendali Kolonel Priyanto, mobil itu terus melaju hingga berhenti di sebuah jembatan pukul 22.00 WIB. Dengan penerangan lampu kecil, mereka membuang Handi dan Salsabila. Andreas pun mengaku mendengar debur suara air sesaat setelah tubuh sejoli itu dilempar dari jembatan.
(sas)