Manaberita.com – SEORANG pria berinisial JO yang merupakan tersangka penembak juragan rongsokan di Sidoarjo mengaku jika ia melakukan aksi tersebut atas perintah sepupunya yang berinisial E.
Kombes Pol Kusumo Wahyu Kapolresta Sidoarjo mengatakan, E memerintahkan JO menembak korban lantaran sakit hati. Korban pernah bertetangga dengan E di Pasuruan, korban pernah mengganggu istri E enam tahun silam.
Tersangka JO menerima permintaan E lantaran dijanjikan uang senilai Rp100 juta usai membunuh korban menggunakan senjata api.
Akan tetapi uang tersebut belum sempat dia terima karena keburu ditangkap polisi.
“Tersangka JO mengaku diberi senjata api dari E. Sampai saat ini kami sedang melakukan pencarian kepada tersangka utama,” kata Wahyu di Polresta Sidoarjo, Jumat (1/6/2022).
Usai menyepakati permintaan sepupunya tersebut tersangka J bertemu E di depan Bank BRI Larangan, Sidoarjo pada 15 Juni 2022.
Mereka pun merencanakan aksinya dengan memastikan lokasi rumah korban yang bernama Muhammad Sabar.
Kemudian pada 25 Juni 2022 PE mengantarkan senjata api ke rumah kos JO yang berada di Kebonsari, Candi, Sidoarjo. Senjata tersebut yang digunakan JO untuk mengeksekusi korban.
JO melancarkan aksinya pada 27 Juni 2022 sekitar pukul 19.00 WIB di depan rumah korban. JO menembak leher belakang korban dan lengan kirinya.
Dia sengaja mengenakan atribut ojek online dan mengendarai sepeda motor Honda Vario merah agar tidak dicurigai warga sekitar.
Usai melakukan aksinya, JO pergi ke Sampang, Madura. Dua hari kemudian, tim gabungan Satreskrim Polresta Sidoarjo dan Subdit Jatanras Polda Jatim berhasil menangkapnya.
Satreskrim Polresta Sidoarjo menyatakan JO melakukan perbuatan pidana pembunuhan berencana atau penganiayaan berat hingga menyebabkan korban meninggal dunia.
Korban meninggal dunia pada 29 Juni 2022 di RSUD Sidoarjo usai kondisinya kritis selama dua hari setelah kejadian tersebut.
Pasal yang disangkakan kepada J adalah Pasal 340 KUHP subsider Pasal 355 ayat (2) KUHP subsider Pasal 351 ayat (3) KUHP dan Pasal 1 ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
“Tersangka terancam hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara paling setinggi-tingginya selama 20 tahun,” pungkas Kusumo.
(Rik)