Manaberita.com – DJP atau Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan menarik pajak penghasilan (PPh) 21 dari fasilitas olahraga yang diberikan perusahaan untuk karyawan jika nilainya lebih dari Rp1,5 juta per tahun.
Namun bika nilai per tahunnya dibawah Ro 1,5 juta maka tak akan dikenakan pajak. Ketentuan tersebut mulai berlaku 1 Juli 2023.
Hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 66 Tahun 2023 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penghasilan atau Imbalan Sehubungan dengan Pekerjaan atau Jasa yang Diterima atau Diperoleh Dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan.
Melansir dari CNN Indonesia, Direktur Peraturan Perpajakan I Hestu Yoga Saksama menjelaskan fasilitas olahraga ini mengecualikan golf, pacuan kuda, balap perahu bermotor, terbang layang atau otomotif.
“Golf sepanjang terkait dengan kepentingan kerja, misal direktur pemasaran main golf untuk cari relasi, silakan. Itu menjadi penghasilan dia si direktur itu, tetapi boleh juga dibebankan oleh perusahaannya,” jelasnya di Kantor Pusat DJP Kemenkeu, Jakarta Selatan, Kamis (6/7).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Dwi Astuti mempertegas pernyataan Yoga tersebut. Ia mengatakan masih banyak masyarakat yang keliru mengartikan beleid baru ini.
Dwi menyebut bukan melarang perusahaan memberikan fasilitas olahraga kepada karyawannya. Boleh saja, tetapi kenikmatan tersebut ada batas bebas pajaknya.
“Bukan enggak boleh perusahaan memberikan fasilitas yang nilainya banyak, boleh saja, tetapi kan fasilitas yang diberikan hanya sampai Rp1,5 juta. Sisanya boleh saja diberikan, tapi tidak diberikan pengecualian,” tegasnya.
Di lain sisi, Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Suryo Utomo menegaskan PMK Nomor 66 Tahun 2023 hadir untuk mendorong perusahaan menyejahterakan pegawai. Dengan begitu, tidak semua kenikmatan dipungut pajak.
Suryo mengklaim pihaknya ‘ikhlas’ membebaskan pajak untuk fasilitas yang dinikmati pekerja sepanjang 2022 lalu. Alasannya, beleid yang mengatur soal pungutan pajak tersebut baru diterbitkan tahun ini dan efektif per 1 Juli 2023.
“Yang sudah terlanjur bayar kan 2022 mau diikhlaskan, boleh. Mau diminta balik juga monggo, perbaikan SPT. Saya tidak mengatur ini dipercepat atau enggak, kami punya platform restitusi,” tegas Suryo.
Selain itu, Suryo menekankan pemerintah mengukur pungutan pajak ini dari apa yang diterima karyawan, bukan kelompok mana yang dipajaki. PMK ini diterbitkan berdasarkan asas kepantasan.
(Rik)