MANAberita.com – MUHAMAD Bola, Pria berusia 74 tahun di Desa Rangga Solo, Kecamatan Wera, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) digugat anak kandungnya, Jahari dan menantunya, Arsad Sulaiman sebesar Rp 216 juta. Terkait sengketa tanah.
Oleh karena itu, dalam persidangannya Bola menantang anak dan menantunya melakukan sumpah terkait gugatan mereka di Pengadilan Negeri Raba Bima, dengan membawa kain kafan.
“Dari awal saya sudah minta anak dan menantu saya sumpah pocong, saya juga siap disumpah. Oleh karena itu saya sudah siapkan kain kafan,” ujar Bola dilansir Sriwijaya Post.
“Itu tanah saya, saya enggak takut kalau harus sumpah pocong,” tegasnya.
Bukan hanya digugat secara materil, sang ayah juga dituntut agar hengkang dari lahan yang selama 10 tahun ini sudah ditempati.
Dalam sidang lanjutan, kakek rentah itu didampingi dan dipapah oleh tiga anaknya yaitu Rukmini, Farid dan Yusran.
Sebagai bukti keseriusannya Bola sengaja membawa kain kafan dari rumah dan jika di izinkan oleh hakim dia akan meminta anak dan menantunya besumpah.
“Saya sengaja bawa kain kafan ini dari rumah, nanti saya akan minta izin sama pak hakim kalua diizinkan anak dan menantu saya harus melakukan ini,” jelasnya.
Bola juga menambahkan, jika anak dan menantunya bersedia, dia akan mengalah dan mengikhlaskan tanah untuk diberikan kepada anaknya dan akan menganggap selesai perkara ini.
Namun hal tersebut tidak bisa dilaksanakan karena ketidakhadiran anak dan menantunya dalam persidangan yang di gelar Rabu, (14/06) pukul 15.22 Wita itu.
Sebelum membawa kasus ini kepengadilan ternyata Bola sudah terlebih dahulu dilaporkan ke kantor desa oleh Jahari.
Lanjut Bola, pada tahun lalu dia sudah membagikan tanah seluas 1.564 meter persegi kepada empat anaknya dan juga disaksikan oleh Arsad sebaga penggugat. Masing-masing mendapat bagian 700 meter persegi kecuali Jahari yaitu 800 meter persegi.
“Dia memang dapat banyak ketimbang tiga orang adiknya, saat dibagaikan anak dan menantu saya tidak ada yang keberatan, saya tidak menduga sekarang dia (jahari) minta tambah jatah,” sesalnya.
“Suaminya keberatan, lalu dia penggugat saya kepengadilan dan mengaku bahwa itu tanah mereka, padahal tanah ini sudah lama saya kuasai, sudah ada SPPT dan DHKP, atas nama saya,” tambahnya.
Pihak keluarga sudah sering melakukan mediasi untuk menyelesaikan masalah ini dengan cara kekeluargaan, namun nampaknya tidak mempunyai titik terang.
“Saya ini sudah tua, saya juga sedang sakit, harusnya kita ngomong baik-baik jangan di bawa kesini,” tutunya.
Namun demikian nasi telah menjadi bubur, dia mengaku siap mengikuti proses hukum di Pengadilan walau dengan kondisinya yang tidak memungkin lagi untuk hadir karena faktor usia.
“Sebenarnya saya enggak kuat lagi. Kaki dan tangan saya sudah terasa mati, susah sekali bejalan capek juga dibawa kesini terus. Tapi mau gimana lagi, saya sudah terlanjur dilaporkan. Saya ikuti saja biar majelis hakim yang memutuskan”, bebernya.
Sidang lanjutkan akan digelar Rabu pekan depan dengan agenda memperlihatkan bukti-bukti.
Sementara itu, penasihat hukum penggugat Arifudin SH mengaku tetap melanjutkan perkara tersebut sampai mendapat ketetapan hukum atas perkara yang sedang ditanganinya.
“Pokoknya, bukti-bukti sudah kita siapkan.
Seperti apa buktinya, nantilah, kita akan perlihatkan dalam sidang berikutnya”, kata Arifudin. (neny)