Pelaku Penembakan di Masjid Christchurch Bakal Dijatuhi Hukuman Terberat di Negaranya!

Brenton Tarrat
Brenton Tarrat

MANAberita.com — BRENTON Tarrant, pelaku penembakan di Masjid Selandia Baru dijatuhi hukuman yang belum pernah dijatuhkan di negeri tersebut.

Sebuah dakwaan pembunuhan saja dikenai hukuman seumur hidup penjara belum laghi ditambah dakwaan kasus terorisme.

Pria berusia 28 tahun itu sudah dijerat dakwaan pembunuhan terkait pembantaian 50 orang di dua masjid di kota Christchurch pekan lalu.

Di Selandia Baru, jika seseorang terbukti melakukan pembunuhan biasanya mereka akan dijatuhi hukuman penjara minimal 10 tahun sebelum mendapat pembebasan bersyarat.

Baca Juga:
Kerap Berkata Kotor, Ibu ini Celupkan Kepala Putranya di Toilet

Namun, para pakar hukum menilai kejahatan yang dilakukan Tarrant begitu ekstrem sehingga hakim bisa saja menjatuhkan hukuman terberat sejak negeri itu menghapus hukuman mati pada 1961.

“Dia kemungkinan akan dijatuhi hukuman penjara dalam waktu panjang tanpa kemungkinan bebas bersyarat. Ini adalah kemungkinan terbesar,” kata pengacara Simon Cullen, mengutip Grid.

Cullen menambahkan, hukuman yang akan dijatuhkan kepada Tarrant itu kemungkinanbelum pernah dijatuhkan kepada siapa pun di Selandia Baru.

“Level kejahatan yang dilakukannya bisa menjadi pertimbangan untuk menjatuhkan hukuman semacam itu,” tambah Cullen.

Baca Juga:
Jimin BTS Positif Covid-19 Usai Jalani Operasi Apendistis Akut

Sejauh ini, hukuman penjara terberat yang pernah dijatuhkan di Selandia Baru adalah pada 2001 ketika William Bell, pelaku tiga pembunuhan, dihukum 30 tahun penjara.

Sementara itu, pakar ilmu kriminal dari Universitas Auckland Bill Hodge mengatakan, meski PM Jacinda Ardern sudah menyatakan kejahatan ini adalah sebuah aksi terorisme, agaknya jaksa tidak akan menggunakanundang-undang anti-terorisme.

Undang-undang Pemberantasan Terorisme diterbitkan pada 2002 setelah tragedi 11 September dan sejak itu belum pernah digunakan di pengadilan.

“Kami belum menggunakan undang-undang itu dan undang-undang tersebut dirancang untuk menuntut mereka yang terlibat dalam kelompok teror, mendanai, dan mempublikasikannya,” ujar Hodge.

Baca Juga:
Pasukan NATO Bakal Bantu Ukraina Perkuat Sayap Timur

“Saya kira tak ada alasan untuk menggunakan undang-undang ini di saat undang-undang kriminal berfungsi dengan sempurna dan mudah dipahami,” tambah dia.

Hodge menambahkan, jika undang-undang anti-terorisme digunakan maka dikhawatirkan akan memperpanjang proses pengadilan khususnya saat banding.

“Undang-undang ini belum pernah diuji dalam prosedur banding,” tambah Hodge.

Di sisi lain, meski korban kejahatan Tarrant mencapai 50 orang tewas, polisi sejauh ini baru menjerat pria itu dengan satu dakwaan pembunuhan. (Alz)

Komentar

Terbaru