Mayor Daan Mogot, Pahlawan Tampan Indonesia Yang Gugur di Usia Muda

  • Selasa, 26 September 2017 - 15:07 WIB
  • Inspirasi
Mayor Daan Mogot
Mayor Daan Mogot

MANAberita.com — PEMILIK nama lengkap Elias Daniel Mogot ini terlahir di Manado pada tanggal 28 Desember 1928. Putra kelima dari pasangan Nicolaas Mogot dan Emilia Inkiriwang sudah mengangkat senjata sejak berusia 14 tahun.

Tahun 1933, tepatnya saat Daan berusia 11 tahun, ia dan keluarganya pindah dari Manado ke Batavia karena sang ayah diangkat menjadi anggota VOLKSRAAD (Dewan Rakyat masa Hindia-Belanda). Kemudian ayahnya diangkat sebagai Kepala Penjara Cipinang

Pada usia 14 tahun, Daan sudah bergabung di organisasi Pembela Tanah Air atau PETA, tepatnya pada tahun 1942. Meskipun saat itu ia belum memenuhi syarat dan ketentuan Jepang yaitu berusia 18 tahun.

Menurut kabar yang beredar, Daan memiliki berperawakan tinggi, tegap serta sikap kedewasaanya. Rupanya, hal itulah yang membuat pihak Jepang percaya jika Daan sudah berusia 18 Tahun.

Baca Juga:
BNN Buktikan Bahwa Narkoba Jenis Flakka Telah Masuk Ke Indonesia, Kepala BNN: Kemarin Kita Mengindikasi Dari Hasil Laboratorium BNN

Di organisasi ini pula Daan berkenalan dengan Kemal Idris dan Zulkifli Lubis.

Karena prestasi dan kemampuannya, Daan menjadi Mayor di usia yang sangat muda, yaitu 16 tahun. Sayangnya, bertepatan saat Daan dilantik menjadi Mayor, sang Ayah justru tewas dibunuh oleh perampok yang menganggap “orang Manado” (orang Minahasa) sebagai londoh-londoh (antek-antek) Belanda.

Tak ingin berlama-lama bersedih, Daan memilih untuk mengalihkan kesedihannya dengan membangun sebuah akademi militer di Tanggerang bersama Kemal Idris, Daan Yahya dan Taswin.

Sebanyak 180 calon taruna mendaftar di sekolah tersebut, serta Daan Mogot direkrut sebagai Direktur Militer Akademi Tangerang (MAT) pada usia 17 tahun.

Baca Juga:
Rina Nose Lepas Hijab, Ada Apa?

Sayangnya, hal itu tidak berlangsung lama. Pada tanggal 25 Januari 1946, terjadi bentrokan antara tentara Jepang dengan para taruna Akademi Militer Tangerang, juga melibatkan beberapa perwira dari Resimen IV Tangerang. Mereka adalah Mayor Wibowo, Letnan Satu Soebianto Djojohadikoesoemo, dan Letnan Satu Soetopo.

Bermula saat 70 anggota taruna berusaha melucuti senjata tentara jepang di Lengkong. Rupanya ini adalah salah satu strategi Daan setelah menerima kabar jika pasukan Belanda dan KNIL akan menguasai Parung.

Daan Mogot sempat melakukan negosiasi dengan Kapten Abe agar Jepang mau menyerahkan senjatanya. Sayangnya, puluhan taruna yang berada di bawah pimpinan Letnan Satu Soebianto dan Letnan satu Soetopo, melucuti senjata para tentara di barak Jepang.

Tak ayal kemudian terdengar suara desingan peluruh dimana-mana. Terjadi bentrok dengan keadaan yang tidak seimbang. Puluhan taruna terdesak karena tidak memiliki senjata, sementara tentara Jepang merebut kembali senjata yang sudah di serahkannya.

Baca Juga:
Aktivis Indonesia Kaget Usai Ditunjukkan Ikan ‘Nabi Musa’

Granat pun sempat dilemparkan sehingga membuat Daan kaget dan berlari melihat pasukannya telah ditembaki Jepang. Daan sempat berusaha melawan dan melindungi pasukannya tetapi ia justru menjadi sasaran tembak. Daan mengalami luka dibagian dada dan paha.

33 taruna dan 3 perwira, salah satunya Daan Mogot, dinyatakan gugur dalam pertempuran singkat itu. Sementara Mayor Wibowo ditawan Jepang.

Kepergian Daan Mogot menyisahkan kesedihan yang mendalam. Tak hanya bagi keluarga tapi juga sahabat dan kekasihnya yang bernama Hadjari Singgih.

Hadjari bahkan menggunting habis rambutnya yang diketahui sepanjang pinggang dan menguburkannya bersama jenazah sang kekasih. Kabarnya, Hadjari tidak pernah lagi membiarkan rambutnya panjang, karena menurutnya cintanya sudah dibawa ke liang lahat bersama Daan Mongot. (Dil)

Komentar

Terbaru