Manaberita.com – KEBAKARAN besar yang terjadi Minggu, 24 April lalu, di Pasar Gembrong, Jakarta Timur, masih menyisakan duka.
Warga yang merupakan korban kebakaran Pasar Gembrong harus merayakan Idul Fitri tahun ini beratapkan tenda pengungsian.
Dilansir dari detikcom, Salah satu warga yang tinggal di tenda pengungsian, Sati (48), merasa sedih tidak bisa masak di momen Lebaran kali ini. Biasanya Sati masak opor dan makanan lainnya untuk keluarga.
“Sedih nggak bisa masak apa-apa, gimana sih sedih, gimana ya nggak punya apa-apa gitu di sini, nggak punya kompor, nggak punya apa-apa. Sebenarnya sedih, cuma ya harus gimana lagi ya, orang sudah nasibnya kayak gini,” kata Sati saat ditemui di tenda pengungsian, Senin (2/5/2022).
“(Lebaran biasanya masak) ayam juga sih, cuma ayam kan disayur, opor, kayak gitu aja, sama kentang, udah. Masak ya buat makan-makan gitu,” lanjutnya.
Dia mengatakan sempat memperoleh THR dari majikannya. Namun THR itu turut hangus dalam kebakaran.
“Sempat (dapat THR), saya kan nyuci gosok, dari majikan gitu, kasih ini, kasih ini sama bos majikan saya, udah kebakar semua,” ujarnya.
Selain itu, dia mengatakan dirinya dan keluarga sempat berencana mudik ke Cirebon. Rencana itu pun pupus karena musibah kebakaran Pasar Gembrong.
“Sebelumnya ada mau habis Lebaran mau mudik, tahunya kayak gini. Gimana lagi, mudiknya gimana. Pulang kampung ke Cirebon, ya rencananya gitu. Orang kayak gini, ya sudahlah. KTP doang yang kebawa, KK kebakar, peralatan sekolah hangus semua,” tuturnya.
Selain Sati, cerita sedih diungkap warga korban kebakaran lainnya, Darsiman (49). Dia juga mengungkap kerinduannya makan berbagai makanan saat Lebaran. Meski begitu, dia tetap bersyukur walau merayakan Idul Fitri di tenda pengungsian.
“Ya Lebaran di tenda begini memang sedih ya, aturan ketemu saudara, teman-teman. Makanan apa ada, sekarang kita makan paling ya apa adanya, tapi itu semuanya kita syukuri dah,” kata Darsiman.
Darsiman mengatakan Lebaran kali ini dirasa ada yang kurang karena tidak memakai baju baru. Dia mengaku tidak sempat menyelamatkan satu pun harta bendanya saat kebakaran terjadi.
“Ya kumpul-kumpul keluarga, saudara, teman-teman, pakai baju Lebaran, ini sih yang paling sedih dah,” ujarnya.
“Semuanya habis, jangankan ibarat kata barang-barang yang di rumah, waktu itu kita cuma bawa sarung doang ya menyelamatkan diri. Untungnya ada donatur-donatur yang ngasih beginian, ya walaupun Lebaran begini pakai baju apa ada,” tambahnya.
Dia mengatakan malam takbiran di tenda pengungsian hanya diisi dengan kumpul bersama. Warga tidak menabuh beduk seperti yang dilakukan pada Lebaran sebelumnya.
“Pada di luar sih, sama anak-anak di luar pada kumpul-kumpul takbiran, habis nggak ada alat apa-apa ya kan, paling ngumpul-ngumpul doang. (Biasanya) nabuh beduk atau takbiran sama temen-temen yang lain. Sekarang kan jadi ya gimana ya, nggak ada (beduk), paling pakai tape yang minjem sama tetangga, tape itu,” tuturnya.
Selain itu, dia mengatakan air hujan masih membasahi barangnya meski berada di dalam tenda. Menurutnya, air hujan merembas dari sisi samping tenda.
“Namanya tenda begini, hujan ya nggak kayak rumah, semuanya pada basah. Dari samping kan basah, tembus. Nggak bisa tidur, kan tembus tuh, tembus basah ya. Nggak sama kamar rumahlah, namanya tenda,” ucapnya.
Korban Kebakaran Pasar Gembrong Salat Id di Jalan
Sebelumnya, pemerintah menetapkan Idul Fitri 1443 H jatuh pada hari ini. Warga korban kebakaran Pasar Gembrong, Jakarta Timur, menggelar salat Idul Fitri atau salat Id di Jalan Jenderal Basuki Rachmat arah ke Cawang.
Pantauan detikcom di lokasi, Senin (2/5), sekitar pukul 06.45 WIB, warga terdampak kebakaran Pasar Gembrong tengah melaksanakan salat Id. Mereka membentuk saf rapi memenuhi ruas Jalan Jenderal Basuki Rachmat.
Pada awal pintu masuk jalan ada petugas yang membantu warga menyeberangi jalan menuju tempat salat Id. Petugas juga menawarkan masker gratis kepada warga.
Tampak di samping jalan tersebut masih berserak pakaian bantuan bagi warga yang terdampak kebakaran. Warga kemudian mendengarkan ceramah.
Salah satu warga sekaligus pengurus Musala Nurul Hidayah, Jamaludin, merasa sedih merayakan Lebaran di tengah musibah kebakaran yang menimpanya. Dia mengaku hanya bisa pasrah.
Jamaludin terlihat salat terpisah dari barisan. Tampak dia salat di samping ruas jalan tersebut di atas sebuah kasur.
“Sangat menyedihkan karena kita di sini biasanya kumpul sama keluarga, jadi misah masing-masing. Ada yang blok sebelah sono, nanti ada yang blok sebelah sini. Jadi seakan-akan pilu hati kami. Habis gimana lagi dengan keadaan seperti ini, ya kita pasrah dengan apa adanya saja,” kata Jamaludin.
(Rik)