Imbas OPEC Pangkas Produksi, Harga Pertamax Dkk Dikhawatirkan Naik

  • Sabtu, 15 Oktober 2022 - 08:40 WIB
  • Nasional

Manaberita.com – ORGANISASI Negara Pengekspor minyak (OPEC) dan sekutunya atau OPEC+ sepakat memangkas produksi minyak 2 juta barel per hari mulai November 2023.

OPEC+ memutuskan untuk memangkas produksi dengan mempertimbangkan ketidakpastian yang mengelilingi prospek ekonomi dan pasar minyak global.

“Pemotongan produksi adalah reaksi OPEC+ terhadap penurunan harga dalam beberapa bulan terakhir, dan akan membantu menyeimbangkan kembali pasar minyak,” ungkap Analis Energi Commerzbank Research Carsten Fritsch dalam catatannya, dikutip dari Reuters, Kamis (6/10).

Fritsch menilai pemangkasan produksi OPEC+ dapat memacu pemulihan harga minyak yang sempat turun ke kisaran US$90 per barel setelah menembus US$120 per barel tiga bulan lalu.

Tekanan harga tersebut berasal dari kekhawatiran resesi ekonomi global, kenaikan suku bunga AS, dan penguatan dolar AS.

Lalu bagaimana pengaruh pemangkasan produksi OPEC+ terhadap Indonesia?

Melansir dari CNN Indonesia, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan pemangkasan produksi minyak oleh OPEC+ akan berdampak signifikan terhadap Indonesia lantaran jumlah impor yang tinggi apabila dibandingkan dengan ekspornya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia sebagai net oil importir, mengimpor 13,7 juta ton minyak mentah pada 2021.

Sedangkan, ekspornya hanya 6 juta ton. Sebelumnya, pada 2020, Indonesia mengimpor 10,5 juta ton dan mengekspor 4,3 juta ton minyak mentah.

Jauh sebelumnya, Indonesia juga mengimpor minyak mentah sebanyak 11,7 juta dan mengekspor 3,5 juta ton minyak mentah pada 2019.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, Indonesia mengimpor minyak mentah setiap tahun dari berbagai negara, di antaranya Arab Saudi, Nigeria, Angola, dan Malaysia.

Mamit menjelaskan pemangkasan produksi minyak mentah oleh OPEC+ bertujuan untuk menjaga harga tetap tinggi.

Baca Juga:
Suriah Timur Mendapatkan Serangan Hingga Menewaskan Sedikitnya 10 Pekerja Minyak

Namun, harga minyak yang tinggi ditambah nilai tukar rupiah yang melemah dapat mengganggu pasokan serta harga Bahan Bakar Minyak (BBM), terutama yang tidak disubsidi oleh pemerintah, seperti Pertamax dan kawan-kawan (dkk).

Ia mengatakan pemerintah akan kembali melakukan evaluasi harga BBM pada akhir bulan sesuai dengan formula yang diatur dalam Keputusan Menteri No 62 Tahun 2020 tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis BBM Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum dan/atau Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan.

“Kemungkinan saya kira akan ada kenaikan BBM Umum,” ujarnya.

Sementara harga BBM bersubsidi dinilai tidak akan terpengaruh dengan pemangkasan produksi OPEC+. Konsekuensinya, beban kompensasi dinilai akan bertambah.

Baca Juga:
Ahok: Pertamina Menghemat Biaya Operasional, Masih Bisa Untung Lebih dari 1 Miliar Dollar AS

Di sisi lain, pemangkasan produksi OPEC+ bisa membuat kegiatan hulu migas semakin bergairah. Dengan kenaikan harga minyak yang tinggi, hulu migas seharusnya meningkatkan produksi untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar.

“Multiplier effect saya kira akan semakin besar. Hulu migas akan kembali memberikan pendapatan bagi negara yang cukup besar dalam PNBP (penerimaan negara bukan pajak) maupun Pph migas,” terang dia.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan penurunan produksi OPEC+ memang berpotensi menaikkan harga minyak dunia.

Namun, kenaikan harga minyak disebut tidak hanya bergantung pada sisi supply, tetapi juga demand. Fabby menerangkan kondisi demand minyak dunia saat ini masih dinamis, sehingga kenaikan harga minyak belum bisa diprediksi.

Baca Juga:
Pemberontak Yaman Menyerang Depot Minyak Arab Saudi

Fabby mengatakan jika dunia mengalami resesi seperti yang diperkirakan sejumlah lembaga internasional, maka aktivitas ekonomi akan menurun. Hal itu tentunya akan berdampak pada penurunan permintaan minyak.

Namun, jika aktivitas ekonomi terus bergerak ditambah menjelang musim dingin, maka permintaan minyak akan mengetat sehingga harga akan naik.

“Jadi kita harus menunggu efeknya satu hingga dua bulan ke depan, tergantung pada aktivitas ekonomi,” tandasnya.

(Rik)

Komentar

Terbaru