MANAberita.com – SEBANYAK 2,45 juta remaja Indonesia didiagnosis mengalami gangguan jiwa selama 12 bulan terakhir. Hal itu berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh The Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) yang bekerjasama dengan Universitas Gadjah Mada.
Penelitian itu juga menemukan 15,5 juta remaja mengalami gangguan kesehatan jiwa dalam kurun waktu 12 bulan terakhir.
Masalah kesehatan mental ditemukan usai tim peneliti melakukan pengumpulan data sepanjang 2021 lalu. Mereka melakukan wawancara terhadap 5.664 remaja Indonesia usia 10-17 tahun
Hasil penelitian menunjukkan bahwa satu dari tiga remaja Indonesia mengalami gangguan kesehatan jiwa dalam 12 bulan terakhir. Sedangkan satu dari dua puluh remaja Indonesia mengalami gangguan jiwa dalam 12 bulan terakhir.
Angka tersebut setara dengan masing-masing 15,5 juta dan 2,45 juta remaja. Para remaja ini mengalami masalah mental sesuai dengan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder Edisi Kelima (DSM-5). Hal ini merupakan pedoman penegakan diagnosis gangguan jiwa yang berlaku di Indonesia dan secara internasional.
“Gangguan jiwa yang paling banyak diderita remaja adalah gangguan kecemasan (kombinasi fobia sosial dan gangguan kecemasan umum) sebesar 3,7 persen, diikuti oleh gangguan depresi mayor sebanyak 1,0 persen, gangguan perilaku 0,9 persen, serta PTSD dan ADHD, keduanya 0,5 persen,” dikutip dari laman resmi UGM.
Bukan hanya masalah gangguan mental, tim peneliti juga menemukan masih sedikit remaja yang mencoba mencari bantuan profesional berkaitan dengan masalah mental yang mereka hadapi. Padahal pemerintah saat ini telah meningkatkan akses ke berbagai fasilitas kesehatan berkaitan dengan pemeriksaan mental ini.
“Hanya 2,6 persen remaja dengan masalah kesehatan mental yang mengakses layanan dalam 12 bulan terakhir,” kata tim peneliti.
Pengaruh pandemi Covid-19
Pandemi Covid-19 yang telah terjadi sejak 2020 lalu juga memberi dampak yang cukup signifikan dalam hal kesehatan mental remaja. Karena penelitian dilakukan pada masa pandemi, yakni di 2021, tim menemukan sebanyak 1 dari 20 remaja mengalami sejumlah masalah mental akibat pandemi.
Mereka disebut sering merasa lebih tertekan, lebih cemas, lebih kesepian, atau lebih sulit berkonsentrasi dibandingkan sebelum pandemi Covid-19 melanda.
Untuk diketahui, I-NAMHS adalah bagian dari National Adolescent Mental Health Survey (NAMHS) yang juga dilakukan di Kenya (K-NAMHS) dan Vietnam (V-NAMHS).
Di Indonesia, penelitian tersebut dilakukan atas kerjasama antara UGM, University of Queensland (UQ) di Australia (lead organization of NAMHS), Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health (JHSPH) di Amerika Serikat, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes), Universitas Sumatera Utara (USU) dan Universitas Hasanuddin (Unhas).
Ada enam gangguan mental di kalangan remaja yang biasanya diukur oleh lembaga ini. Keenamnya adalah, fobia sosial, gangguan kecemasan umum, gangguan depresi mayor, gangguan perilaku, gangguan stres pascatrauma (PTSD), dan gangguan defisit perhatian/hiperaktivitas (ADHD).
I-NAMHS juga mengukur risiko dan faktor protektif yang terkait dengan gangguan jiwa remaja seperti intimidasi, sekolah dan pendidikan, hubungan teman sebaya dan keluarga, perilaku seksual, penggunaan narkoba, dan pengalaman masa kecil yang merugikan.
(sas)