Manaberita.com – SEBANYAK 12 personel Brimob mengaku tak menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton di Stadion Kanjuruhan, Malang, pada 1 Oktober 2022. Mereka membantah soal video penembakan gas air mata ke arah tribun penonton yang diputar di persidangan.
Hal tersebut diutarakan oleh 12 anggota dari kesatuan Brimob Porong Sidoarjo, Brimob Madiun serta Brimob Polres Malang, saat memberikan kesaksiannya secara bersamaan pada persidangan Tragedi Kanjuruhan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jumat (20/1) malam.
Mengutip dari CNN Indonesia, 12 polisi tersebut adalah Willy Adam Aldi, Satria Aji Lasmono, Marwan, Wahyu Ardi Laksono, M Izzudin Wildan, Yasfi Fuady, Teguh Febrianto, Cahyo Ari Abadi, Arif Trisno Adi Nugroho, Sanggar Prawito, M Choirul Ircham dan Fitra Nurkholis.
Mulanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) memutar video yang menampilkan peristiwa penembakan gas air mata di Stadion Kanjuruhan. Beberapa tembakan terlihat diarahkan dan jatuh di tribun para suporter.
Saat dikonfrontasi oleh jaksa, para saksi itu justru mengklaim tidak ada yang menembakkan gas air mata ke arah tribun suporter.
“Tidak ada, Pak [yang menembakkan gas air mata ke tribun, seperti di video],” kata salah satu anggota Brimob, menjawab pertanyaan jaksa.
Mereka juga mengklaim tak pernah mendapatkan instruksi atau perintah dari atasannya untuk menembakkan gas air mata ke arah tribun.
“Tidak ada [perintah tembak ke tribun],” ucapnya.
Mereka hanya mengatakan tembakan gas air mata diarahkan ke lapangan, lintasan lari, dan di sekitar gawang.
Salah satu penembak mengatakan segala tembakan yang mereka letupkan haruslah berdasarkan perintah atasan di kelompok masing-masing. Anggota dilarang berinisiatif atau melakukan tindakan di luar perintah.
“Harus seusai perintah komandan kompi, [penembakan] tidak serentak. [Komandan memerintahkan] bilang begini ‘perintah untuk menembak, gas gun tembak’,” kata dia.
Tak hanya itu, jaksa juga menanyakan jenis-jenis peluru gas air mata yang ditembakkan saksi saat kejadian.
“Ada abu-abu dengan efek mengeluarkan asap saja, ada yang biru efeknya perih, merah juga efeknya perih, rata-rata sama,” jawab salah satu saksi Brimob lain.
Para anggota Brimob itu juga ditanya dampak tindakan gas air mata yang menimbulkan kepanikan suporter di pintu Stadion Kanjuruhan, hingga menyebabkan jatuhnya korban jiwa. Mereka menjawab tak mengetahuinya.
“Tidak tahu, tahunya setelah mendengar berita,” kata salah satu dari mereka.
Salah seorang anggota Brimob yang jadi saksi juga meyakini apa yang mereka lakukan, yakni membawa dan menggunakan senjata gas air mata ke dalam stadion sudah sesuai aturan.
“Sesuai aturan kami, sudah diatur dalam Protap kami. Ada dasar dan Perkap Nomor 1 tahun 2009 tentang penggunaan senjata dan Perkap tahun 2019 tentang huru-hara,” katanya.
Mereka juga mengaku tak ditegur atau dilarang oleh siapapun, termasuk oleh Panpel, Security Officer Arema FC dan bahkan oleh Eks Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat, saat membawa senjata gas air mata ke dalam stadion.
Hal ini bertentangan dengan kesaksian Ferli Hidayat, yang mengaku tidak melihat anggota pengamanan membawa gas air mata saat apel persiapan digelar. Kesaksian itu disampaikan pada sidang sebelumnya.
Tragedi Kanjuruhan terjadi pada 1 Oktober 2022 malam usai laga Arema FC melawan Persebaya. Sebanyak 135 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka dalam insiden tragis itu.
Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan Malang menemukan bahwa unsur pengamanan di ring l saat itu yang terdiri dari Satuan Brimob dan Dalmas Polres Malang telah menembakkan gas air mata secara tak terukur ke arah tribun penonton.
Hal itu berdasarkan analisis unsur pengamanan Polri yang tertuang dalam dokumen Laporan TGIPF Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang halaman 110.
“Personel pengamanan khususnya SSK Brimob dan SSK Dalmas Polres pada saat melaksanakan pengamanan pertandingan dilengkapi peralatan PHH, termasuk beberapa personel membawa senjata gas air mata dan ditembakkan kepada suporter yang dianggap mengganggu keamanan, tetapi dilakukan tanpa terukur karena suporter yang berada di tribun ekonomi juga ditembak dengan gas air mata,” bunyi keterangan dokumen tersebut.
TGIPF menilai tindakan tak terukur kepolisian itu menimbulkan kepanikan, ketakutan, dan korban luka-luka suporter. Gas air mata yang ditembakkan telah menimbulkan iritasi pada mata dan kulit, serta sesak napas akut kepada para suporter.
(Rik)