Manaberita.com – RAGAHDO Yosodiningrat selaku tim kuasa hukum terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria, menyebut vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan terhadap dua kliennya aneh.
Hal tersebut disampaikan Ragahdo pada saat ditemui setelah sidang pembacaan vonis di PN Jakarta Selatan, Senin (27/2). Ragahdo membandingkan vonis yang diberikan majelis hakim kepada kliennya dengan sosok yang dia sebut eksekutor.
“Komentar pribadi kalau dari saya dan dari kami juga penasihat hukum ya sangat disayangkan kok bisa dua tahun, bisa tiga tahun, sedangkan sebagaimana kita ketahui bersama, eksekutornya aja ini 1 tahun 6 bulan,” ujar Ragahdo dikutip dari CNN Indonesia.
Sementara Hendra dan Agus, kata Ragahdo, sama-sama menjalankan perintah atasan berdasarkan cerita yang tidak ketahui.
“Mereka baru mengetahui bahwa semua ini skenario, yaitu di satu bulan selanjutnya, yaitu bukan Agustus 2022. Jadi ya sedikit kecewa ya ada, aneh ya ada,” kata Ragahdo.
Ragahdo tak mengatakan nama eksekutor yang dia maksud. Akan tetapi, dalam kasus ini eksekutor pembunuhan Yosua yang divonis 1,5 tahun penjara adalah Bharada E.
Bharada E mendapat vonis jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa. Salah satu pertimbangan hakim karena yang bersangkutan bersedia menjadi justice collaborator.
Selain itu, Ragahdo juga mengatakan pihaknya belum memastikan apakah akan mengambil langkah banding ataupun tidak. Keputusan tersebut dia serahkan kepada kedua terdakwa.
Ragahdo menjelaskan apabila klien mengajukan banding, pihaknya akan menuangkan alasan-alasan dalam memori banding.
Mantan Karo Paminal Divisi Propam Polri Hendra Kurniawan divonis dengan pidana penjara selama 3 tahun dan denda Rp20 juta dalam perkara ini.
Sedangkan mantan Kepala Detasemen (Kaden) A Biro Paminal Propam Polri Agus Nurpatria divonis dengan pidana penjara selama 2 tahun dan denda Rp20 juta dalam kasus ini.
Keduanya dinilai terbukti melanggar Pasal 49 jo Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tindakan perintangan penyidikan terkait penanganan perkara pembunuhan berencana Brigadir J dilakukan Hendda dan Agus bersama-sama dengan Ferdy Sambo, Arif Rachman Arifin, Irfan Widyanto, Chuck Putranto, dan Baiquni Wibowo.
Sambo sudah divonis hukuman pidana mati oleh majelis hakim PN Jakarta Selatan karena dinilai terbukti melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan perbuatan yang menyebabkan sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
(Rik)