MUI Apresiasi Surat Edaran MA soal Larangan Nikah Beda Agama bagi Umat Islam

  • Rabu, 19 Juli 2023 - 22:13 WIB
  • Nasional

MANAberita.com

SURAT Edaran Mahkamah Agung (MA) Nomor 2 Tahun 2023 tentang larangan pengadilan mengabulkan permohonan pernikahan beda agama pada Senin (17/7/2023) menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat.

Sebelum SEMA ada, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang pernikahan Muslim untuk calon pasangan yang berbeda agama.

Mengutip Kompastv, pada tahun 2005, Komisi Fatwa mengesahkan Fatwa MUI nomor 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 tentang Fatwa Perkawinan Beda Agama.

Fatwa tersebut menghasilkan dua poin utama, yaitu:

  1. Perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah.
  2. Perkawinan laki-laki muslim dengan wanita Ahlu Kitab, menurut qaul mu’tamad, adalah haram dan tidak sah.

Dasar fatwa MUI itu di antaranya beberapa surat di dalam Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad SAW.

Surat di dalam Al Qur’an yang melatarbelakangi fatwa MUI tersebut ialah Surat An Nisa ayat 3 dan ayat 25, Surat Ar Rum ayat 21, Surat At Tahrim ayat 6, Surat Al Maidah ayat 5, Surat Al Baqarah ayat 221, dan Surat Al Mumtahanah ayat 10.

Kemarin, Selasa (18/7/2023), MA melalui situs resminya memublikasikan SEMA No. 2 Tahun 2023.

Di dalam SEMA itu disebutkan bahwa pengadilan dilarang mengabulkan permohonan pencatatan pernikahan beda agama.

MUI pun mengapresiasi langkah MA yang mengeluarkan SEMA larangan pernikahan beda agama tersebut.

Ketua MUI Bidang Fatwa Prof Asrorun Niam Sholeh menyebut, SEMA itu memberikan kepastian hukum dalam perkawinan dan upaya menutup celah bagi pelaku perkawinan antar agama yang selama ini bermain-main dan berusaha mengakali hukum.

Baca Juga:
Setelah Mendapat Tekanan FIFA, Akhirnya Wanita Iran Diizinkan Menonton Pertandingan Sepak Bola

“Aturan ini wajib ditaati semua pihak, terutama bagi hakim yang selama ini tidak paham atau pura-pura tidak paham terhadap hukum perkawinan,” ujar Niam di Jakarta, Selasa (18/7/2023), dilansir dari situs resmi MUI.

Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta ini juga menjelaskan, UU Perkawinan sudah secara gamblang menjelaskan bahwa perkawinan itu sah jika dilaksanakan sesuai dengan ajaran agama.

Dengan demikian, menurut Niam, peristiwa pernikahan itu pada hakikatnya adalah peristiwa keagamaan.

Negara, lanjut dia, hadir untuk mengadministrasikan peristiwa keagamaan tersebut agar tercapai kemaslahatan, dengan pencatatan.

Baca Juga:
Sekjen MUI Pastikan Label Halal MUI Masih Bisa Dipakai 5 Tahun ke Depan

Niam menjelaskan, pencatatan perkawinan itu merupakan wilayah administratif sebagai bukti keabsahan perkawinan.

“Kalau Islam menyatakan perkawinan beda agama tidak sah, maka tidak mungkin bisa dicatatkan,” kata profesor bidang fikih ini.

Menurut Niam, Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 secara jelas mengatur “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”.

Ia pun menyebut, SEMA No. 2 Tahun 2023 ini menegaskan larangan nikah beda agama, yang telah dilarang dalam agama Islam, sebagai pedoman bagi hakim.

Baca Juga:
Komentar MUI Soal Wasiat Dorce Gamalama

“SE ini menegaskan larangan tersebut untuk dijadkan panduan hakim. Karenanya pelaku, fasilitator, dan penganjur kawin beda agama adalah melanggar hukum,” tegas Niam.

Sebelumnya, Mahkamah Agung mengundang wakil lembaga-lembaga agama untuk dimintai pendapat dalam proses penyusunan SEMA ini.

Niam sempat hadir dalam pertemuan tersebut guna mendikusikan berbagai permasalahan seputar perkawinan beda agama, kasus-kasus putusan peradilan yang beragam, dan pentingnya memberikan panduan agar dipedomani para hakim.

(sas

Komentar

Terbaru