MANAberita.com – KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri soal kewarganegaraan buronan Paulus Tannos.
Paulus menjadi tersangka atas kasus dugaan korupsi KTP elektronik (e-KTP). Dia kabur ke luar negeri dan masuk dalam daftar pencarian orang KPK (DPO).
Ia juga dikabarkan mengganti namanya menjadi Tjhin Thian Po. Paulus juga memiliki kewarganegaraan baru yang diperolehnya dari sebuah negara di kawasan Afrika.
“Kami sudah berkoordinasi dengan pimpinan PJKAKI, sudah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri, bahwa pemerintah Indonesia akan menanyakan kepada pemerintah negara penerbit paspor bahwa yang bersangkutan adalah warga negara Indonesia dan melakukan tindak pidana di di sini,” kata Plt Deputi Bidang Kepatuhan dan Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu dalam keterangannya, Sabtu (12/8/2023).
Ia mengatakan sedang berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri untuk mencari cara pencabutan paspor negara Afrika tersebut.
“Diminta untuk di sana kewarganegaraannya dicabut kembali,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia memastikan proses diplomasi untuk pencabutan kewarganegaraan asing dari Paulus Tannos masih berlangsung.
“Karena baru beberapa bulan kemarin kita tahu namanya ganti, punya paspor ganti. Kemudian kita sudah mengusulkan kembali diterbitkannya red notice dengan nama yang baru,” kata dia.
Mengutip KompasTV, Paulus Tannos menjadi DPO KPK sejak 19 Oktober 2021. Paulus bersama tiga orang lainnya pada 13 Agustus 2019 diumumkan sebagai tersangka baru dalam pengembangan kasus korupsi e-KTP.
Ketiga tersangka lain yakni mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, Anggota DPR RI 2014-019 Miryam S Haryani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.
KPK terakhir kali memanggil Paulus Tannos pada Jumat, 24 September 2021 dalam kapasitas sebagai tersangka.
Belakangan ini, lembaga antirasuah itu menyebut telah menemukan keberadaan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP), Paulus Tannos.
Namun KPK mendapat kendala saat akan melakukan penangkapan ketika menemukan Paulus di luar negeri.
Hal ini dikarenakan sang buronan telah mendapat paspor dari negara lain. Artinya, Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, perusahaan yang terlibat dalam pengadaan proyek e-KTP, itu sudah menjadi warga negara asing (WNA).
Hal ini yang membuat KPK kesulitan untuk membawa pulang Paulus Tannos, meskipun telah tertangkap di Thailand.
“Ini yang kami tidak habis pikir, kenapa buronan bisa ganti nama di Indonesia dan punya paspor negara lain sehingga pada kami saat menemukan dan menangkapnya tidak bisa memulangkan yang bersangkutan ke Indonesia,” ujar Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri, Selasa (8/8) lalu.
(sas)