Manaberita.com – Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) membantah tudingan Ekonom Senior Faisal Basri yang menyebut negara tak dapat keuntungan apapun dari hilirisasi nikel karena perusahaan pengolah menerima insentif tax holiday selama 20 tahun.
Deputi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto menyebutkan hal tersebut tidak benar karena hanya dua perusahaan yang tercatat menerima tax holiday selama 20 tahun. Insentif itu pun diberikan karena perusahaan tersebut memenuhi syarat investasi yang ditetapkan.
“Tax holiday 20 tahun diberikan dengan investasi sebesar Rp30 triliun atau lebih. Jika kurang dari itu maka akan menyesuaikan periodenya, antara 5-15 tahun,” ujar Seto dikutip CNNIndonesia.
Berdasarkan data pemerintah terkait tax holiday, rata-rata perusahaan smelter menerima insentif tersebut dengan masa waktu hanya 7 tahun sampai 10 tahun. Sedangkan yang 20 tahun hanya dua, dan saat ini itu pun hanya tinggal satu yang masih beroperasi.
“Masih ada banyak juga smelter yang tidak memperoleh tax holiday karena tidak memenuhi persyaratan selain nilai investasi. Setelah periode tax holiday habis, maka mereka harus membayar pajak sesuai ketentuan,” imbuhnya.
Lagipula, Seto menekankan bahwa tax holiday diberikan kepada perusahaan hanya untuk Pajak Penghasilan (PPh) Badan. Sedangkan pajak lainnya tetap dipungut oleh pemerintah.
“Insentif tax holiday ini hanya untuk PPh Badan, pajak-pajak lainnya tetap harus dibayar,” jelasnya.
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo ikut menjawab Faisal Basri mengenai kebijakan hilirisasi nikel yang hanya menguntungkan China.
Menurutnya, berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, pendapatan negara dari perusahaan smelter melonjak signifikan. Dari Rp1,65 triliun pada 2016 menjadi Rp17,96 triliun pada 2022.
“Naik 11x (kali) lipat!,” tulis Yustinus melalui cuitan di akun Twitternya.
Lanjutnya, ini bahkan belum termasuk keuntungan negara yang masuk ke penerimaan negara bukan pajak (PNBP), royalti serta penerimaan pemerintah daerah (pemda).
“Selain itu ada pendapatan PNBP SDA dan royalti saat eksploitasi. Juga pajak daerah dan dampak pengganda yang dinikmati pemda dan masyarakat setempat,” tegas Yustinus.
Sebelumnya, Faisal Basri melalui blog pribadinya menyebutkan Indonesia hanya menerima keuntungan 10 persen dari kebijakan hilirisasi nikel. Selebihnya, sebesar 90 persen mengalir ke China.
Hal tersebut dikarenakan hampir semua perusahaan pengolah smelter di Tanah Air 100 persen dikuasai oleh China. Di mana perusahaan ini memperoleh banyak insentif salah satunya tax holiday sehingga tak ada pungutan negara.
“Hampir semua smelter nikel milik pengusaha China. Karena dapat fasilitas tax holiday, tak satu persen pun keuntungan itu mengalir ke Tanah Air,” tulis Faisal.
(Rik)