Rencana Tambang Andesit Pecah Belah Warga Desa Wadas

  • Kamis, 17 Februari 2022 - 20:33 WIB
  • Nasional

MANAberita.com – RENCANA penambangan batu andesit di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, memicu pro dan kontra.

Personel kepolisian pun diinformasikan akan mengawal aktivitas itu. Pada Selasa (8/2) pagi, warga yang menolak maupun mendukung penambangan, mendengar kabar pihak BPN Purworejo akan melakukan pengukuran lahan di Desa Wadas.

Melansir dari Merdeka.com, warga Desa Wadas yang menolak penambangan batu andesit memilih berkumpul di Masjid Nurul Huda. Mereka menggelar mujahadah dipimpin Bahrudin. Acara dimulai pukul 08.00 WIB.

“Sebelumnya kami mendengar info kalau polisi mau datang ke Wadas. Kemudian kami berembuk, baiknya kami (warga yang menolak penambangan batu andesit) kumpul saja di masjid. Takutnya ada hal-hal yang tidak baik. Kalau jadi satu kan mudah,” kata Bahrudin, Jumat (11/2).

Bahrudin menceritakan, mujahadah awalnya dimulai dari pukul 08.00 WIB hingga pukul 09.00 WIB. Kemudian sempat istirahat sejenak dan mulai kembali sekitar pukul 10.00 WIB.

“Ya warga yang menolak kumpul buat mujahadah. Awalnya warga mau ke ladang tapi karena ada info polisi datang makanya pada kumpul di masjid untuk mujahadah. Makanya saat itu di sepeda motor ada yang bawa sabit maupun alat pertanian lainnya,” ucap Bahrudin.

Ditangkapi di Sekitar Masjid

Berselang 30 menit sejak mujahadah kembali digelar, polisi datang ke sekitar masjid. Keberadaan para petugas berseragam dan berpakaian sipil membuat Bahrudin dan warga lain bingung, karena mereka hanya melakukan mujahadah.

Bahrudin menjelaskan, mujahadah hanya diikuti warga yang menolak pertambangan batu andesit di Desa Wadas. “Saya yang memimpin mujahadah. Di dalam masjid dan di sekitaran halaman masjid semuanya adalah warga yang menolak atau kontra terhadap penambangan. Tidak ada warga yang mendukung penambangan yang ikut mujahadah,” tegas Bahrudin.

Tak lama berselang kericuhan terjadi. Sejumlah warga di sekitar masjid tiba-tiba ditangkapi. Total ada 67 orang yang diamankan dari peristiwa di Desa Wadas tersebut.

Ke-67 orang ini, 64 di antaranya adalah warga Wadas, sempat dibawa ke Polsek Bener. Mereka lalu dibawa ke Polres Purworejo untuk menjalani pemeriksaan. Seluruhnya kemudian dibebaskan pada Rabu (9/2).

Baca Juga:
Ngakak! Komplotan Rampok ini Gondol Daun Penyedap Masakan yang Dikira Ganja

Kasus kericuhan di Masjid Nurul Huda Desa Wadas ini pun kemudian menjadi viral di dunia maya. Pasca kericuhan, sejumlah tokoh pun kemudian datang ke Desa Wadas di antaranya adalah anggota Komisi III DPR RI, Kantor Staf Kepresidenan, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, hingga Komnas HAM untuk mengurai permasalahan di Desa Wadas.

Menolak demi Pertahankan Mata Pencaharian

Kericuhan di Desa Wadas tak terlepas dari rencana penambangan batu andesit yang akan dipakai membangun Bendungan Bener. Bendungan Bener ini masuk ke dalam salah satu proyek strategis nasional (PSN) yang dicanangkan Presiden Jokowi.

Rencana penambangan batu andesit ini mendapatkan penolakan dari mayoritas warga. Warga menolak karena lahan yang akan dijadikan lokasi tambang adalah lahan milik warga yang dipakai untuk bertani.

Seorang warga Wadas, Siswanto mengatakan mayoritas warga di desa tersebut berprofesi sebagai petani. Mereka bertani secara multikultur atau bermacam-macam jenis tanaman.

“Mayoritas warga adalah petani kalau lahan ditambang terus warga mau kerja apa?” kata Siswanto, Jumat (11/2).

Baca Juga:
Begadang Main Mobile Legend, Mata Pria ini Bengkak Parah

Desa Wadas dikenal memiliki tanah yang subur. Berbagai jenis tanaman mulai dari kopi, durian, kemukus, hingga empon-empon seperti jahe dan kencur tumbuh subur di desa ini.

Alasan lain penolakan adalah berkaitan dengan keberlangsungan hidup. Alam Desa Wadas yang sudah turun menurun diwariskan akan berubah jika lahan pertanian diubah menjadi lokasi tambang.

“Alasan saya menolak cuma satu yaitu mempertahankan Desa Wadas dan kehidupan warganya. Mayoritas warga Wadas adalah petani. Alam menjadi pendukung kehidupan sehari-hari di sini,” kata Bahrudin.

Bahrudin menuturkan jika dirinya memang tak mempunyai lahan di lokasi yang rencananya akan dijadikan penambangan baru andesit. Meski demikian Bahrudin menyebut seandainya penambangan dilakukan maka dirinya akan terdampak pula.

“Banyak yang bertanya saya gak punya lahan kok ikut menolak. Saya ingin menjaga kelangsungan alam di Desa Wadas. Justru kalau terjadi penambangan saya yang paling rugi. Yang punya lahan dapat ganti rugi. Kalau jadi ditambang, saya terkena dampak dari debu sampai macam-macam,” tegas Bahrudin.

Warga lainnya, Arif menuturkan jika keluarganya mengandalkan lahan pertanian untuk menopang kehidupan. Dari lahan pertanian pula keluarganya bisa mendapatkan penghasilan untuk hidup secara sejahtera.

Baca Juga:
Pekerja Asal Bali Dikira Maling Oleh Bule Hingga Diamuk Massa, Inilah yang Sebenarnya Terjadi

“Dari bertani, kami tidak pernah kekurangan. Kami sudah hidup sejahtera. Kalau ditambang lalu kami mau kerja apa,” ucap Arif.

Warga Wadas lainnya, Hamidah mengaku tak setuju dengan penambangan yang akan dilakukan. Dia menyebut jika lahan miliknya merupakan sumber mata pencaharian bagi keluarganya.

“Nanti anak cucu saya bagaimana kalau lahan saya jual. Kalau masih berwujud tanah masih bisa dimanfaatkan. Kalau diganti uang pasti cepat habis,” tegas Hamidah.

Mendukung atas Nama Pembangunan

Meskipun ada penolakan dari mayoritas warga di Desa Wadas terkait penambangan batu andesit namun adapula kelompok warga yang mendukung. Warga-warga ini rela melepaskan lahannya untuk dijadikan lokasi pertambangan batu andesit yang nantinya akan dipakai untuk membangun Bendungan Bener.

Warga yang mendukung pertambangan, Alimah mengatakan jika 3 bidang lahan tanah miliknya berada di lokasi pertambangan. Dia mengaku tanahnya sudah diukur pihak BPN Purworejo.

Baca Juga:
Jadi Ajang Selfie Masyarakat, Nisan BJ Habibie Sampai Miring

Alimah menuturkan jika dirinya setuju dengan pembebasan lahannya untuk lokasi pertambangan karena hal itu merupakan rencana pemerintah.

“Ini kan program pemerintah. Saya langsung setuju. Tidak mungkin warga kok bisa menolak. Saya langsung setuju,” tutur Alimah saat bertemu Komisi III DPR RI pada Kamis (10/2).

Sementara warga lain yang mendukung adalah Ida. Dia menyebut dirinya setuju melepas lahan yang merupakan warisan dari orang tuanya untuk lokasi pertambangan.

Ida menerangkan dirinya mendukung program pemerintah sehingga rela tanahnya dibebaskan.

Terkait besaran uang ganti rugi, Ida mengaku belum tahu berapa yang akan didapatnya. Dia beralasan hasil pengukuran yang akan menentukan besaran ganti rugi.

“Harga lahan berapa saya sampai sekarang belum tahu. Ini baru mau diukur (sama BPN). Nanti baru ditentukan harganya,” ucap Ida.

Baca Juga:
Melanggar Kode Etik, Bripka Teta Disidang, Beginilah Pengakuan Korban

“Ya kami juga minta agar urusan ganti rugi ini bisa segera diselesaikan,” imbuh Ida.

Tak Guyub Lagi

Ida menambahkan adanya rencana penambangan yang memunculkan pihak yang pro dan kontra ini menimbulkan perpecahan di masyarakat. Kondisi masyarakat, kata Ida, berubah pasca ada rencana penambangan.

Masyarakat dinilai tak lagi guyub seperti dulu. Antara pihak yang pro dan kontra tak saling sapa bahkan jika ada acara seperti kenduri tak saling mengundang.

“Saya ingin segera selesai biar masyarakat bisa kembali guyub lagi. Jangan terpecah-pecah, suasananya jadi tidak enak. Masak sama-sama tetangga tidak saling tegur sapa,” urai Ida.

[rik]

Komentar

Terbaru