Tragedi Perseteruan 3 Murid HOS Tjokroaminoto

  • Sabtu, 30 September 2017 - 21:01 WIB
  • Nasional
Tragedi perseteruan 3 murid HOS Tjokroaminoto
Tragedi perseteruan 3 murid HOS Tjokroaminoto

MANAberita.com – INDONESIA termasuk negara yang sarat konflik antar warga negaranya sendiri. Berbagai persoalan sudah banyak terjadi dan kebanyakan mengarah pada perpecahan. Seperti kasus Ahok yang menyeret SARA pada pidatonya di Kepulauan Seribu beberapa waktu lalu. Kemudian baru-baru ini juga muncul isu bangkitnya PKI yang membuat pemerintah mengambil langkah preventif dengan memutar kembali film G30S/PKI.

Ternyata perselisihan yang terjadi saat ini salah satunya dilatarbelakangi oleh perseteruan tiga murid Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto sebagai ketua Syarikat Islam. Mereka adalah Soekarno, Musso dan Kartosoewirjo. Akibat perbedaan ideologi pada waktu itu, sedikit banyak berimbas di Negara Indonesia. Saat ini Indonesia sering dilanda problema tentang ideologi, baik pada sistem pemerintahan maupun aktivitas masyarakatnya.

Soekarno

Dalam buku berjudul ‘Seteru 1 Guru’ yang ditulis oleh Haris Priyatna diceritakan bagaimana ketiganya tinggal bersama di pondok HOS Tjokroaminoto dan bersahabat baik, sampai akhirnya berpisah dengan cara yang menyakitkan. Soekarno yang memilih aliran Nasionalisme ditentang oleh Musso yang menganut komunisme dan Kartosoewirjo yang memilih jalan Islam Radikal.
Kemelut politik ini berawal dari perjanjian Renville yang berisi batas antara wilayah Indonesia dengan Belanda yang disebut Garis Van Mook. Sebab ingin mempertahankan wilayahnya untuk melindungi rakyat, akhirnya Kartosoewirjo menentang perjanjian tersebut. Ia juga tidak terima dengan Piagam Jakarta yang menjadikan Pancasila sebagai dasar negara terutama sila pertama. Begitu juga dengan Musso yang memiliki pendapat yang sama.

 

 

Baca Juga:
Demam Despacito di Indonesia, Begini Versi Daerahnya!

Musso

Akhirnya  Musso dan Kartosoewirjo melakukan pemberontakan bersenjata melawan Pemerintah Republik Indonesia yang dipimpin oleh teman mereka sendiri, Soekarno. Pemberontakan PKI yang didalangi Musso dan rekannya Syarifuddin yang tidak setuju dengan pergantian kabinetnya terjadi di Madiun, Jawa Timur pada September hingga Desember 1948.

Mereka mempropagandakan pentingnya Kabinet Front Persatuan yang mereka usung dan berencana menguasai daerah-daerah strategis di Jawa Timur dan Jawa Tengah seperti Madiun, Solo, Jombang, Wonosobo, Kediri, Bojonegoro, Purwodadi dan Cepu. Untuk melancarkan aksinya, mereka menculik dan membunuhan tokoh-tokoh di Kota Surakarta yang menentang dan mengadu domba kesatuan-kesatuan TNI setempat, termasuk kesatuan Siliwangi.

Kartosoewirjo

 Sedangkan Kartosoewirjo memulai pemberontakan DI-TII (Darul Islam-Tentara Islam Indonesia) sejak ia memproklamasikan Negara Islam Indonesia di Gn. Sawal Kabupaten Ciamis tanggal 7 Agustus 1949. Siapa yang ingin selamat pada waktu itu harus pindah ke DI karena Indonesia dianggap sebagai negara musuh yang tidak menggunakan dasar negara Islam.

Baca Juga:
Indonesia dan Timor Leste Perkuat Kerja Sama Ekonomi

Selama 13 tahun terjadi bentrok antara TII dengan TNI yang dibantu warga desa. Mereka menumpas habis perkampungan. Mereka merampas harta benda, membakar rumah bahkan membunuh warga sipil. Yang paling parah adalah kejadian pembunuhan ratusan warga secara kejam di desa Cibugel Kecamatan Darmaraja Kabupaten Sumedang tahun 1959.

Melihat kondisi seperti itu, pemerintah tak tinggal diam. Mereka mengirimkan pasukan TNI untuk mengejar mereka. Kartosoewirjo tertangkap di Gunung Rakutak hidup-hidup sedangkan Musso yang melarikan diri ke Sumoroto sebelah barat Ponorogo ditembak mati. Selanjutnya bagian inilah yang paling menyedihkan yaitu Soekarno harus menandatangani surat eksekusi mati sahabatnya sendiri, Kartosoewirjo.

Begitulah sejarah yang menjadi cikal bakal pemberontakan di Indonesia yang sampai saat ini masih terjadi. Terutama isu PKI dan SARA yang rentan hukum selalu membayang-bayangi bahkan sensitif untuk dibicarakan. (nad)

Komentar

Terbaru