MANAberita.com — RABU (13/03) pagi lalu, Farida musti mondar mandir mencari pinjaman biar hari itu juga, tunggakan biaya sekolah anaknya lunas.
Sebab kalau tidak, anaknya Andrinata 19 tahun yang tercatat sebagai kelas III di SMA Negeri 2 Rakit Kulim, Indragiri Hulu (Inhu) itu, tidak boleh ikut Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN).
“Tunggakan uang sekolah anaknya Rp740 ribu. Tapi waktu itu uang yang ada cuma Rp500 ribu. Lantaran sekolah mewajibkan harus lunas hari itu juga, akhirnya saya cari pinjaman,” cerita perempuan 45 tahun itu, mengutip Gatra.
Farida cari pinjaman, Andrinata yang sudah di dalam kelas untuk ujian, disuruh keluar oleh guru bernama Yana.”Silahkan keluar. Kamu enggak boleh ikut ujian sebelum tunggakan uang sekolah dan iuran OSIS lunas sampai bulan Juni,” pinta Yana.
Diusir seperti itu, Andrinata ngedumel sambil mengatakan,”Sekolah ini benar-benar enggak punya toleransi,” rutuknya.
Mendengar Andrinata ngedumel seperti itu, Kepala Sekolah, Bambang Fajrianto naik pitam dan marah kepada Andrinata.
Tak terima dimarahi, Andrinata mengajak Bambang duel dan Bambang meladeni. “Gaya Pak Bambang marah kayak preman. Makanya saya ajak duel satu lawan satu. Saya disuruh memukul, tapi saya cuma mencekik lehernya saja. Itupun karena kesal,” tutur Andrinata yang duduk di samping Farida.
Menengok perkelahian itu, warga langsung menarik Andrinata supaya melepaskan cekikannya dari leher Bambang. “Saat saya ditarik itulah leher Pak Bambang luka kena kuku saya,” ujar Andrinata.
Setelah dilerai warga, Andrinata memilih pergi ke kantin sekolah. Tapi Bambang malah membuntutinya sambil menelepon polisi untuk menangkap Andrinata. Perkelahian kembali terjadi. “Bapak punya mata enggak! Emak saya sudah datang melunasi uang sekolah saya,” hardik Andrinata.
Bambang emosi,” Tak punya mata Bapak kau!” hardiknya sembari memukul Andrinata.
“Saya sakit hati almarhum ayah saya dihina, makanya saya balas memukulnya,” ujar Andrinata.
Farida yang sudah kembali lagi ke sekolah untuk melunasi sisa tunggakan kaget mendapati anaknya sudah duel dengan kepala sekolah.
“Saat itu saya langsung minta maaf sama kepala sekolah. Tapi kepala sekolah tak mau. Dia tetap mau melaporkan anak saya ke polisi,” katanya.
Sejak M Hatta, suami Farida meninggal dua tahun lalu lantaran diabetes, Andrinata yang bungsu dari tiga bersaudara itu, lebih sering murung dan gampang tersinggung.
“Dia mudah tersinggung kalau dibahas soal mendiang ayahnya, dia sangat sayang sama ayahnya,” kata Farida. Mata perempuan ini berkaca-kaca.
Sejak suaminya meninggal kata Farida, hidup dia dan Andrianta ditanggung oleh dua abang Ardinata yang bekerja sebagai supir truk angkutan kelapa sawit. “Saya enggak bekerja. Anak-anaklah yang membiayai sekolah Andri, bahkan kelak nanti kuliah,” cerita Farida. Sebab pesan Hatta, Andri musti menjadi ustadz.
Terkait apa yang sudah terlanjur dilakukan Andri kata Farida, dia berharap kepala sekolah membuka pintu maaf untuk anaknya.
“Kalau kasus ini berlanjut, biarlah saya yang dipenjara, jangan anak saya. Dia masih punya masa depan yang panjang untuk memenuhi wasiat ayahnya menjadi ustadz,” ujar Farida.
Lagi-lagi Bambang tidak berkenan memberikan komentar, ketika dikonfirmasi Gatra.com dia meminta agar masalah ini tidak dipublikasikan lantaran sudah diserahkan kepada Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (Alz)
(Sumber: Gatra)