MANAberita.com — DI dalam UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Pernikahan adalah sebuah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal yang didasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa.
Bagaimana jika seseorang laki-laki telah berjanji untuk menikahi seorang wanita, namun itu adalah hanya rayuan semata nah bagaimana jika seorang laki-laki yang telah berjanji ingin menikahi pasangannya tersebut hanyalah sebuah janji semata ?Apakah bisa terhadap laki-laki yang mengumbar janji ingin menikahi pasangannya tersebut dibawa keranah hukum?
Melansir Riau Green melalui wawancara dengan Praktisi hukum “Yudhia Perdana Sikumbang” ia menyebutkan bahwa, Dalam hal ini jika seseorang pernah mengumbar pernikahan namun di tengah perjalanan nyatanya pernikahan tersebut tidak kunjung dilaksanakan maka dapat dikategorikan perbuatan mengumbar “janji menikahi” tersebut dikategorikan”PMH” perbuatan melawan Hukum atau dalam bahasa belanda “onrechtmategeedad”.
Tapi tunggu dulu, tidak semua janji yang sampaikan bisa dibawa ke ranah hukum, kita harus melihat secara jeli dalam hal ini yang menjadi catatan dan perhatian adalah “janji menikahi” nah janji tersebut itu sejauh mana? Dan disampaikan lewat mana ? apakah tulisan atau lisan? Karena Pada umumnya, janji menikahi disampaikan secara lisan
Jika melihat dan mengacu Pasal 58 KUH Perdata merumuskan tiga hal. Pertama, janji menikahi tidak menimbulkan hak untuk menuntut di muka hakim untuk dilangsungkannya perkawinan. Juga tidak menimbulkan hak untuk menuntut penggantian biaya, kerugian, dan bunga, akibat tidak dipenuhinya janji itu. Semua persetujuan ganti rugi dalam hal ini adalah batal.
Kedua, namun jika pemberitahuan nikah telah diikuti suatu pengumuman, maka hal ini dapat menjadi dasar untuk menuntut kerugian. Ketiga, masa daluarsa untuk menuntut ganti rugi tersebut adalah 18 bulan terhitung sejak pengumuman rencana perkawinan.
Yang menjadi catatan didalam pasal 58 Kuhper/ BW tersebut untuk dapat menuntut terhadap seseorang yang berjanji tersebut adalah dalam hal telah terjadi “Pemberitahuan nikah yang telah diikuti suatu pengumuman”, maka hal inilah kemudian yang menjadi dasar untuk menggugat secara Perdata terhadap orang yang mengumbar janji tersebut dengan dasar gugatan PMH Perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), berbunyi: “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut”.
Jadi dalam hal janji menikahi tersebut diikuti sebuah pengumuman dan pemberitahuan inilah kemudian dapat dimintakan kerugian. Kerugian tersebut tentunya dapat dibuktikan melalui pengadilan baik materil dan immateril. (Alz)
(Sumber: Riau Green)