MANAberita.com – SEJUMLAH daerah kembali menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 3 dikarenakan kenaikan kasus Covid-19. Tak sedikit warga yang mempertanyakan efektivitas vaksin Covid-19. Pasalnya, mereka yang terpapar ada yang sudah divaksin, termasuk booster.
Melansir Tempo.co, Wakil Direktur Pendidikan dan Penelitian Rumah Sakit (RS) UNS Solo, dr. Tonang Dwi Ardyanto, angkat bicara. Ia menyampaikan semua orang yang telah vaksinasi memang mungkin dapat terinfeksi Covid-19 kembali. Proporsinya diestimasikan sebesar 3 persen secara nasional atau 10 persen untuk Jakarta berdasarkan simulasi hitungan sederhana yang telah dilakukan.
“Maka, menjawab pertanyaan bagi yang telah melakukan vaksinasi booster namun terinfeksi Covid-19 kembali karena ketika divaksin disuntikkan melalui otot lengan, kemudian akan membentuk antibodi di paru-paru. Tetapi, memang dalam membentuk antibodi di saluran napas relatif rendah. Dengan demikian, masih ada risiko untuk terinfeksi Covid-19. Maka, yang harus dilakukan ialah mengontrol kesehatan sebagai upaya membatasi virus yang akan masuk ke tubuh. Kalau pun nantinya terkena Covid-19 kembali akan mengalami gejala ringan karena sudah kuatnya antibodi yang terbentuk di paru-paru. Sekali lagi perlu ditegaskan vaksin untuk mencegah gejala bukan mencegah adanya infeksi,” jelas Tonang.
Melihat kondisi rumah sakit yang mengalami penambahan pasien Covid-19 membuat Tonang mengimbau untuk melakukan isolasi mandiri di rumah selama gejala masih ringan dan bisa termonitor oleh Pemerintah Daerah (Pemda).
“Indikasi gejala ringan ialah ketika mengalami tanda-tanda terinfeksi Covid-19, segera periksakan dan nanti akan ditentukan oleh tenaga kesehatan terkait metode isolasinya. Atau bisa dideteksi dengan mengukur kecepatan napas yang berada pada frekuansi di bawah 20 per menit maka dianggap normal, sedangkan ketika mendekati 25-30 per menit maka diharapkan waspada,” ungkap Tonang.
Masyarakat yang tak terinfeksi Covid-19 tak perlu khawatir tertular ketika ada tetangga yang terinfeksi dan melakukan isolasi mandiri. “Karena fenomena takut tertular ini terjadi saat pertengahan tahun 2020 – 2021 tetapi kenyataanya sekarang tidak lagi,” lanjut Tonang.
Meski demikian, pihaknya menyayangkan terkait masih adanya masyarakat yang abai pentingnya protokol kesehatan dengan dalih untuk membentuk herd immunity. Padahal, ketika ditelisik melalui sudut pandang ilmiah, herd immunity adalah istilah yang sering dipakai dalam bidang peternakan. Tentu pemahaman herd immunity ini tidak bisa diterapkan untuk manusia.
“Sederhananya dengan tidak menaati prokes bukan berarti herd immunity akan terbentuk dengan sendirinya. Kita harus tetap berhati-hati karena meski mengalami gejala ringan selalu ada risiko perburukan,” kata Tonang.
Ia juga menambahkan masyarakat di Kerajaan Inggris yang berani melonggarkan warga negaranya mengenai protokol kesehatan karena negara tersebut telah memiliki perhitungan yang jelas akan dampak serta solusi yang akan terjadi ke depannya. Adapun, masyarakat Indonesia yang sudah vaksinasi lengkap baru 48 persen. Maka, sikap hati-hati dan taat prokes sangat perlu diketatkan.
“Dengan percepatan vaksin yang saat ini tengah dilakukan, prokes yang senantiasa dijaga. Bukan tidak mungkin kasus infeksi Covid-19 di Indonesia akan berkurang dan kondisi pandemi segera menghilang,” tutur Tonang.
[SAS]