MANAberita.com – SEJUMLAH video yang diambil oleh nelayan menunjukkan kapal-kapal ikan Vietnam sedang beroperasi hingga ke perairan yang hanya berjarak 79,6 kilometer dari Pulau Laut, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau. Nelayan meminta pemerintah tegas menangani intrusi kapal asing di Laut Natuna Utara.
Ketua Aliansi Nelayan Natuna Hendri, Selasa (26/4/2022), mengatakan, nelayan setidaknya memergoki 12 kapal pukat Vietnam beroperasi di Laut Natuna Utara pada 19-20 April. Dalam peristiwa itu tidak tampak kapal aparat Indonesia hadir untuk mengusir kapal-kapal asing tersebut.
Dalam video yang dikirim nelayan, koordinat kapal-kapal Vietnam pada 19 April berada sekitar 43 mil laut atau sekitar 79,6 kilometer dari Pulau Laut, Natuna. Pada 20 April, nelayan kembali bertemu kapal ikan Vietnam di perairan yang berjarak sekitar 95 km dari Pulau Laut.
Mengutip kompas.com, perairan di sekitar Pulau Laut jelas masuk dalam zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia. Wilayah itu bukan kawasan abu-abu atau perairan yang masih dalam sengketa antara Indonesia dan Vietnam.
”Kapal-kapal itu jelas melanggar karena masuk sangat jauh ke Laut Natuna Utara. Tidak adanya upaya penindakan oleh aparat menunjukkan negara tidak serius mengatasi persoalan ini,” kata Hendri saat dihubungi dari Jakarta.
Di tengah maraknya penangkapan ikan secara ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (illegal, unreported, and unregulated/IUU Fishing) di Laut Natuna Utara, Hendri berharap pemerintah segera mempertegas kehadiran aparat di Laut Natuna Utara. Hal itu bisa dilakukan dengan mengirim lebih banyak kapal patroli ke perairan tersebut.
Secara terpisah, peneliti dari Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) Imam Prakoso mengatakan, terdapat 42 kapal ikan Vietnam yang terdeteksi beroperasi di koordinat yang sama dengan video yang dikirim nelayan Natuna. Hal itu berdasarkan analisis citra satelit pada 14 April 2022.
Dikonfirmasi mengenai hal itu, Direktur Pemantauan dan Operasi Armada PSDKP Pung Nugroho Saksono mengatakan, telah menerima laporan berupa video dari nelayan tersebut. Ia telah memerintahkan kapal pengawas perikanan KKP untuk menuju lokasi.
Persoalannya, Badan Keamanan Laut (Bakamla) dan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (PSDKP-KKP) sama-sama tidak memiliki armada yang memadai.
Awal Oktober 2020, Kepala Bakamla Laksamana Madya Aan Kurnia menyatakan, pihaknya membutuhkan sedikitnya 77 kapal patroli. Namun, armada yang tersedia saat ini hanya 10 kapal.
(sas)